rigeleo

Heliotropism ; 4


Saat Felix sedang sendirian di kelas— ia tiba tiba teringat dengan Changbin, kekasihnya.

'Kak bin udah makan belum ya?' Batinnya.

'Chat gue belum dibales, dibaca aja ngga..'

-

Setelah kurang lebih 15 menit Felix menunggu sendirian dikelas, akhirnya, teman-temannya pun datang membawa beberapa— ahh tidak , maksudnya membawa banyak bungkusan berisi makanan maupun minuman.

“Hah gila, lo mau mukbang?” Ucap Felix kaget.

“Gue si ngga, tapi lo tau sendiri ada 2 raja mukbang.” Sahut Jeongin diiringi anggukan oleh Seungmin.

“Jisung? Hyunjin?” Tanya Felix.

Hyunjin menghampiri Felix sambil menaruh makanan diatas meja kelas dan berkata, “Laper lix.. hehehe”

“Ide nya Hyunjin nih lix.” Ledek jisung.

Seungmin menyela, “Lo berdua sama aja”

Lalu mereka berbincang sambil menyantap makanannya sebelum waktu bimbel dimulai.

Setelah perbincangan yang cukup panjang— secara tidak sadar merekapun mulai memasuki waktu untuk bimbingan belajar, seperti anak sekolah menengah kelas tiga lainnya.


Waktu mereka bimbingan belajar adalah kurang lebih dua jam, dan sekarang sudah berjalan satu setengah jam. Yang artinya hanya tinggal 30 menit lagi yang tersisa sampai waktu pulang.

Saat sedang mengerjakan soal, handphone Felix bergetar dan layarnya memunculkan notifikasi pesan berturut-turut.

Felix senang bukan main, karena ia rasa itu Changbin. Namun, setelah membuka pesan tersebut— ternyata bukan dari Changbin, melainkan Sang Bunda.

Di layar handphone Felix tertera isi pesan yang menyatakan bahwa Sang Bunda tidak bisa menjemput Felix nanti, jadi mau tidak mau Felix harus pulang dengan ojek online atau angkutan umum.

30 menit telah berlalu, merekapun bersiap untuk pulang kerumah masing-masing.

“Eh lix, lo dijemput kan?” Tanya Seungmin.

Merasa kalau nanti dirinya jujur akan merepotkan temannya, maka Felix pilih untuk berbohong.

“Iyaa Seung, dijemput kok, duluan aja..” Jawab Felix

“Beneran? jangan boong lo” Kata Hyunjin

“Seriusan jinnn, lo kan harus nganterin Seungmin pulang, nah lo sama Seungmin pulang aja duluan, daripada kemaleman.”

Akhirnya Hyunjin dan Seungmin dengan hati yang setengah percaya pun meninggalkan Felix di gerbang sekolah.

Tidak sampai situ, Felix belum mau pulang karena masih ada Jeongin dan Han di parkiran. Felix memilih menunggu mereka bedua pulang terlebih dahulu, baru ia memesan ojek online.

“Woy ji, hati-hati ya!” teriak Felix.

Jisung yang baru ingin melajukan motornya pun akhirnya memilih berhenti sebentar.

“Lah gue kira lo udah balik, kok masih disini?”

“Ya ngapain lagi? Bunda gue bilang jemputnya telat.”

“Tapi dijemput kan?”

“Iyaa ji pasti dijemput lah.”

“Yaudah kalo gitu, lo nunggu di pos aja tuh di dalem, jangan diluar gini.”

“Iya bawel,”

“Maapin ya lix gue ga bisa nganterin lo, tau sendiri ini motor gue single seat hahaha”

“Idih ngapain minta maap? santai aja kali ji..”

Saat mereka tengah mengobrol, Jeongin keluar dari parkiran,

TIIINNN

suara klakson motor yang dikendarai jeongin, “Eh sorry ji, lix, gue duluan ya..”

Jisung dan Felix hanya meng-iyakan.

Selepas semua temannya pulang, Felix memesan ojek online untuk dirinya pulang.

Tak seberapa lama, sampailah Felix di depan perumahan tempat tinggalnya.

“Pak, sampai sini aja ya..” ucap Felix lembut.

“Oh iya dek..”

Rumah Felix dari depan perumahan tidak terlalu jauh, tidak juga terlalu dekat, jadi Felix memilih untuk berjalan santai sambil merenggangkan badannya.

Dari kejauhan, Felix lihat di depan rumahnya ada sebuah mobil yang terparkir, ia merasa tak asing, namun disisi lain Felix juga lupa.

Karena mobil tersebut tidak terparkir persis di depan gerbang rumahnya, Felix hanya lewati mobil itu dan mulai membuka pintu gerbangnya.

tin tin

Seseorang di dalam mobil hitam itu membunyikan klakson yang membuat Felix sedikit kaget. Felix melihat kearah kaca mobil sambil menyipitkan matanya bak orang yang tengah menelisik sesuatu.

Terbukalah kaca mobil itu,

“Kak Changbin!”

Felix membuka lagi gerbangnya untuk keluar dan menghampiri Changbin.

“Lama banget pulangnya.” Kata Changbin.

Felix berlari kecil dan ditangkap oleh Changbin dengan pelukan.

“Tadi bimbel dulu,”

Changbin mengusap kepala Felix seraya berkata, “Belajar yang bener biar pinter, terus biar nanti unbk nya tutup mata hahaha”

“Udah pinter gini juga,”

“Bercanda. Jangan terlalu keras ya lix, belajar mah boleh tapi kalo capek istirahat jangan di trobos aja.”

“Harusnya aku yang ngomong gitu ke kamu, kak.”

“Ya anggep aja buat berdua.”

Felix makin menenggelamkan wajahnya di pelukan Changbin.

“Kenapa nih kayanya makin kenceng aja meluknya,— lix gue disini, ga kemana-mana.” ujar Changbin.

“Bodo. Ga kemana-mana apanya? daritadi ilang juga!”

“Iyaa maaf maaf, tapikan sekarang udah disini.”

“Ya tapi ttp aja kak, aku kira kamu kemana. Semalem kamu bilang katanya lagi sedikit sedih, terus besoknya ilang. Gimana ga kepikiran?”

“Maaf udah bikin lo kepikiran, gue gatau harus ngapain. Tapi nanti janji ya lix, kalo gue begini lagi, lo jangan khawatir. Gue gpp, cuma butuh waktu sendiri aja.”

“Iya kak, kamu juga janji ya, kalo ada apa-apa cerita ke aku.”

“Iyaa fel,— ehh udah sana masuk”

“Kamu ga mau ke dalem dulu kak?”

“Ke dalem dulu ga ya...” Ucap Changbin dengan nada mengejek.

Felix nemelaskan wajahnya, “Ish ayo minum dulu gitu, itung-itung nebus waktu kamu ga ngabarin aku”

“Yaudah ayo ayo, mukanya jangan melas gitu, mana bisa gue ninggalin hahaha”


Changbin menunggu diruang tamu, sedangkan Felix pergi mandi.

Setelah beberapa menit, Felix keluar dari kamar mandi memakai pakaian khas rumahan pada umumnya.

“Kak aku pake baju ini gapapa kan?”

“Ya gapapa lah, emang mau kemana? dirumah juga kan lagian.”

“Kali aja kakak ga suka gitu.”

“Orang cakep gitu juga, gimana caranya gue bisa ga suka? hahaha sini deh lix”

Felix menghampiri Changbin sambil memasang raut wajah kebingungan. Tiba-tiba Changbin tarik tangan Felix untuk duduk disamping Changbin.

“Kak astaga kaget ih main tarik tarik aja..”

“Sorry sorry, sakit ngga?”

“Ngga kok,”

Changbin merentangkan tangannya, Felix dibuat semakin bingung.

“Hah? kenapa kak?”

“Peluk.”

Felix pun mendekat ke Changbin dan memeluknya. Felix juga mengusap surai hitam Changbin dengan lembut,

“Kak..”

“Hmm?”

“Kenapa?”

“Apanya?”

“Kenapa minta peluk?”

“Ngga kenapa kenapa, gini aja dulu ya? gapapa kan?”

“Ya gapapa lah kak..”

“Capek lix..”

“Heem, aku ngerti, capek ya? apapun alasan capek -mu, tapi kamu hebat. Udah bertahan, udah berani jujur tentang apa yang kamu rasain, kak.”

“Maaf lix kalo gue belum bisa jujur, belum bisa cerita tentang hidup gue secara detail.”

“Gapapa kak, take ur time. Aku ga pernah maksa kamu untuk cerita, tapi kalo kamu mau cerita, aku selalu disini. Semua pun butuh proses, aku ga harus tau semuanya tentang kamu dalam waktu dekat, kan? pelan-pelan aja. Let it flow.”

Changbin tidak menjawab secara lisan, melainkan lewat air mata. Terbukti karena baju Felix basah pada bagian pundak yang artinya Changbin sedang menangis.

Felix tau bahwa Changbinnya sedang tidak baik-baik saja saat ini. Jadi, ia biarkan Changbin meluapkan semuanya disini.

Heliotropism ; 3 cw // clubbing , drunk


Malam ini, sesuai janji— Changbin pergi untuk menjemput Felix.

Changbin membutuhkannya waktu sekitar 30 menit. Lumayan lama 'kan? itu karena ia berangkat dari arena, kemudian kerumah Felix, lalu ke arena lagi.

Sesampainya di depan rumah Felix, ting tong “Eh kak, udah nyampe ternyata.. mau masuk dulu? minum bentar sini.” “Boleh deh,”

Setelah mempersilahkan Changbin masuk— Felix meninggalkan Changbin di ruang tamu dan pergi ke dapur untuk mengambil minum.

“Ini ya kak, diminum..”

“Thanks ya lix..” Felix hanya tersenyum.

“Pasti rumah lo jauh ya kak? maaf, soalnya tadi agak lama aja..”

“Ngga kok, aduh.. maaf ya lix kalo kelamaan nunggu.”

“Ih ngga kak, bukan gitu maksud gue. Maksud gue kalo rumah lo jauh kan mending jangan jemput gue, biar gue bareng yang lain aja.”

“Iya tau. Sebenarnya rumah gue ga jauh, kok. Ini karena gue berangkat nya dari arena aja makanya agak lama.”

“Oalah, jauh ya?”

“Ya gitu..”

Setelah sedikit berbincang, merekapun akhirnya pergi ke tempat yang dituju.


“Nah udah nyampe,”

“Wow, rame juga ya kak?”

“Iya emang selalu rame, emang lo mikir gimana? hahaha”

“Gue kira kaya yg dateng tuh cuma yg mau balapan. Gausah bawa bawa temen gitu.”

Changbin merangkul Felix sambil membawanya berjalan ke dalam kerumunan, “Ya ngga dong— yaudah ayo..”

Felix bersyukur bahwa indra pendengaran manusia itu terbatas— tidak dapat mendengar dengan tajam.

Karena jika iya, maka Felix akan mengubur dirinya saat itu juga. Bagaimana tidak? detak jantungnya berdetak sangat cepat sesaat setelah Changbin merangkulnya.

Yang artinya— ia gugup, dan entah harus bersikap seperti apa. Namun yang jelas perasaannya saat ini sangat tidak karuan hanya karena sebuah rangkulan dari seorang laki-laki bernama Seo Changbin.

“Sstt sstt, lix? lo kenapa ngelamun?”

Felix tersadar dari lamunannya, “Eh? ngga kak, kaya ada yang kelupaan tapi pas diinget ternyata gaada, hehehe..”

“Oalah, beneran?”

“Iyaa..”

“Waduhhh, ama abang ternyata, pantesan diajak bareng gamau hahaha” kata Jisung secara tiba-tiba.

“Gue yang nyuruh, apa lo?” sahut Changbin

“Buset galak banget, pawang nya ya? hahaha jadian aja kaga! hahaha” kata Hyunjin yang tengah mabuk.

“Astaga, kebiasaan ni anak. Untung lagi mabok, kalo ngga gue iket di tiang lampu ya lo, hwang hyunjin.” Perkataan Changbin diiringi tawa anak-anak lain.


Di tengah acara— Felix kebingungan, mengapa changbin tidak minum? batinnya.

“Kak? kenapa ngga minum?”

“Ngga kenapa kenapa, lo mau?”

“Eh, engga!”

“Hahaha bercanda. Btw, lo ga bosen lix?”

“Sedikit sih,”

“Keluar aja yuk, duduk aja diluar.”

“Umm ayo!”

Merekapun berjalan keluar bar lalu mencari bangku disekitar sana.

“Kak, ih! tadi lo belum jawab, kenapa ga minum?”

Changbin menghela nafasnya kasar, “Lix, kan gue bilang, gue bakal jagain lo. Gue tanggung jawab buat nganter jemput lo dengan selamat sampai tujuan. Kalo gue mabok, yang jagain lo siapa? soalnya gue kalo mabok ga nanggung lix..”

“Ish kak, kenapa lo mau jagain gue sih? gue kan bukan siapa-siapa”

“Kata lo sendiri kan? kalo mau ngelakuin sesuatu, terutama berbuat baik— gausah mandang dia siapa, gausah mikirin balesannya, lupa?”

“Ya tapi kak maksud gue—”

“— toh juga kata siapa lo bukan 'siapa-siapa' nya gue?”

“Ya kata gue lah??”

“Lo salah, lo itu alesan gue masih hidup sampe sekarang, lix.”

“K-kenapa?”

“Kalo waktu itu gue ga ketemu lo, gue ga akan hidup sampe sekarang. Waktu itu lo dateng ke gue dengan hangatnya, dengan cerahnya— when hari gue lagi mendung, lagi berantakan. Gue pengen jagain lo, gue pengen bales kebaikan lo, gue pengen ngelindungin lo dari orang jahat. Kenapa begitu? karena lo itu terlalu baik, terlalu rawan buat disakitin, apalagi dimanfaatin.”

“Tapi kak.. walaupun begitu, ga nutup kemungkinan kalo kita itu bukan siapa-siapa”

“Ok, then, izinin gue buat jadi siapa-siapa nya lo..”

“Maksudnya?”

“Be mine, lix? ahh maksud gue— lo mau jadi pacar gue ngga? ehm, gue tau lix kita emang baru ketemu, pertemuan kita sebelumnya juga singkat, tapi gue beneran punya perasaan sama lo, entah sejak kapan.”

Felix menangkup pipi Changbin seraya menolehkannya ke kanan dan ke kiri, “Kak, are u drunk? pasti lo tadi minum kan? mabok kan?”

“Lix, i'm sober..”

Felix terdiam, mencerna perkataan Changbin barusan.

Jujur saja, Felix juga merasakan hal yang sama. Tadinya— Felix juga ingin mengatakan hal serupa, namun, ia takut Changbin akan menganggapnya aneh karena bisa jatuh cinta secepat itu.

“Lix, are you okay? lo tiba-tiba keringat dingin gitu, kenapa?”

“Gue malu kak..”

“What's wrong?”

“G-gue.. sebenarnya juga punya perasaan sama lo. Gue pengen bilang, tapi takut—”

“Takut? sama gue? kenapa?”

Felix mengangguk, “I-ya.. gue takut dikata aneh kak.”

“Anehnya?”

“Karena bisa suka sama lo dalam waktu secepet itu sejak pertama kali kita ketemu lagi dalam sebulan.”

“Lix? are you kidding? ngga ada yang aneh sama sekali, lix. Liat kan sekarang? kita ngerasain hal yang sama— Awalnya gue juga ngerasa aneh sih.. tapi kan— coba aja dulu, pikir gue waktu itu, dan soal dibales engga nya belakangan. Kata lo sendiri loh itu,”

“Jadi...”

“Ayo pacaran sama gue”

“Kok maksa?!”

“Gue ngga maksa anjir???”

“Hmm,”

“— Ayo kak..”

“Hah seriusan?”

“Gue berubah pikiran nih ntar..”

“Ehh jangan! tapi.. ah lo jangan bercanda.”

“Serius kak”

“Tabok gue..”

plak! “Sshh aw, sakit lix, kekencengan.”

“Ya lagian, lebay banget hahaha”

“Asli ini gue pacaran sama Lee Felix?”

“IYAAAA KAK!”

“Ahhh astaga, dunia harus tau lix”

“Hahaha ayo kasih tau dunia kalo Seo Changbin sekarang punya nya Lee Felix!”

“Btw biar kaya orang pacaran beneran, pake aku kamu aja lix hahaha”

“Dih harus banget?”

“Harus!”

Setelah itu keduanya tertawa, entah apa yang ditertawakan, yang jelas mereka saat bahagia malam ini.


Malam ini adalah malam yang penuh kejutan bagi keduanya, bisa dikatakan demikian karena masing masing dari mereka tidak menduga bahwa hal ini akan terjadi.

Bahkan, walaupun Changbin yang menyatakan semuanya duluan— pada awalnya tidak merencanakan ini.

Hal ini terjadi dengan sangat tiba-tiba dan diluar dugaan, memang benar kata orang-orang, bahwa biasanya hal yang tidak direncanakan bisa jadi akan berlangsung dengan lancar.

Tapi bukan berarti persiapan dan niat itu adalah hal yang sia-sia— bukan.

Dan sekarang, keduanya tengah menjalani masa awal dari sebuah hubungan. Dimana bisa dibilang, masa ini adalah masa yang sedang 'indah indahnya'

Saat keduanya masih memiliki perasaan satu sama lain, saat keduanya masih dapat menahan ego masing-masing, dan saat keduanya masih enggan untuk bertengkar.

“Lix, ayo kita bangun hubungan dengan sebaik mungkin..”

“Bisa, asalkan dibangun bersama, bukan dari satu pihak. Dan aku mau kakak tau, kalau sebuah hubungan itu ngga ada yang berjalan mulus, tapi bisa diusahakan kalau kita mau.”

“Aku tau lix, dan aku mau.”

“Aku percaya kamu, kak.”

• heliotropism ; 2


Setelah memutuskan untuk memesan ojek online, Felix berjalan ke halte yang jaraknya tak jauh dari gerbang sekolahnya.

Baru saja ia menapakkan kakinya di halte— hujan pun turun, diawali dengan gerimis yang lama kelamaan menjadi lebat.

“Ah hujan, nanti deh pesennya pas udah agak reda.”

Saat sedang asik menonton film untuk menghilangkan rasa jenuhnya— tiba-tiba ada seorang laki-laki dalam keadaan basah kuyup, berhenti di halte yang sama.

Orang itu memarkirkan motornya di depan halte, tak peduli bahwa motornya ikut diguyur hujan.

“Duhh anjing, perasaan tadi terang-terang aja, kenapa jadi hujan.” Keluh laki-laki itu.

Felix menatap bingung laki-laki disampingnya. Menyadari bahwa Felix menatapnya, laki-laki itu pun berkata,

“Eh maaf, gue kebawa emosi, hehe..”

“Eh.. gapapa, santai aja. Lo basah kuyup gitu emang ngga dingin? gue yang pakai hoodie aja masih kedinginan loh.. btw ini mau pakai hoodie gue ngga?”

“Dingin, tapi udah terlanjur— ngga usah.”

Laki-laki itu membuka helmnya,

Felix setengah terkejut “Hahh?!”

“Lo y-yang waktu itu dijembatan kan?!” Tanya Felix dengan mata terbelalak kaget.

“Loh? lo kan yang dompetnya jatoh, ya kan?” laki-laki itu bertanya balik.

“Iya itu gue, umm.. ini beneran lo? yang waktu itu?”

“Iya bener, gue yang waktu itu. Kenapa si? kayanya lo kaget banget..”

“Ya.. kaget aja bisa ketemu tiba-tiba disini.”

“Gue juga ga nyangka, tapi akhirnya kita ketemu lagi, ya? dan, ohh ya.. gue mau bilang makasih banyak, kalo bukan karena lo, mungkin lo bakalan ketemu gue pas gue ngga dalam keadaan hidup, atau mungkin ngga ketemu?”

“Hushhh ngomongnya. Makasih tuh sama diri sendiri dulu, baru sama orang lain. Gue cuma pendukung doang. Yang ikut ambil peran besar ya diri lo sendiri, dan apa lo udah bilang makasih sama diri sendiri?” Kata Felix.

“Belum, hehe..”

“Coba bilang, makasih karena udah mau bertahan, makasih karena udah jadi kuat, makasih karena udah sabar ngelewatin semuanya.”

Laki-laki itu terdiam dan memejamkan matanya, seolah-olah sedang melakukan apa yang Felix katakan.

“Lo masih sama ya kaya sebulan yang lalu, kata-kata lo selalu bisa bikin gue mikir jernih, mikir realistis, mikir lebih jauh tentang hidup.”

“Perilaku lo juga masih sama, masih hangat sama semua orang. Sebelum lo ngenalin gue tadi, lo berarti gatau dong kalau yang dateng itu gue? which is lo taunya itu cuma stranger yang lagi neduh, tapi lo masih peduli dengan nawarin hal kaya tadi? lo ga takut kah?” Lanjut laki-laki itu.

“Kenapa harus takut? ngga usah takut untuk peduli ke sesama. Mau dia aslinya jahat atau ngga, mau dia bakalan balas kita atau ngga, peduli ya peduli aja. Nanti juga dibalas sama tuhan.”

“Lo bener, kapan ya gue bisa mikir kaya lo? mikir sedemikian rupa biar ngga asal ambil keputusan.”

“Gue juga masih banyak kurangnya, kok. Lo coba pelan-pelan deh, pasti bisa, semuanya itu berproses, jadi ngga perlu terburu-buru.”


Mereka melanjutkan berbincang sembari menunggu hujan reda.

“Hujannya udah agak reda, lo ngga pulang? ehh.. bukannya ngusir loh ya, gue nanya aja.”

“Pulang, kok. Lo gimana?”

“Sebentar lagi mungkin, gue harus pesen ojol dulu.”

“Ngga dijemput?”

“Bunda lupa kayanya.”

“Bareng gue aja mau ngga?”

“Hah?! eh? ngga usah, gue naik ojol aja.”

“Gapapa, ayo, sayang-sayang uangnya kalo buat naik ojol.”

“Ngerepotin lo ngga nih?”

“Yaelah, ngga. Santai.”

Akhirnya Felix menyetujui tawaran laki-laki itu.

“Pegangan ya,”

Felix yang berada dibelakang pun mengangguk. Lalu laki-laki itu melajukan motornya dengan kecepatan standar.

Mereka hanya butuh waktu sekitar 10 menit dari halte menuju rumah Felix.

“Ohh rumah lo disini? ngga terlalu jauh tuh dari sekolah lo. Bener kan kata gue? sayang sayang kalo sini situ doang naik ojol.”

“Heheh iya sih, cuma tadi mau gimana lagi? ohh.. btw lo habis darimana tadi?”

“Gue baru balik ngampus, tadi kelas pagi, makanya pulang sore.”

“Ohh lo udah kuliah? gue kira kita sepantaran, maaf ya gue gaenak jadinya.”

“Kenapa? hahaha santai aja.”

“Ohh iya, sesuai janji gue..”

“Apa?”

“Gue Lee Felix.”

“Astaga, gue hampir lupa nanya nama lo, dari tadi gue udah kepikiran. Cuma lupa.. hahaha—”

“— gue Changbin, Seo Changbin.”

“Hehe, jadi gue manggil lo siapa? kak bin? lucu ya?”

“Ga usah pake kak juga gapapa sebenarnya, tapi terserah lo.”

“Jangan lupa, kita masih ada 1 janji lagi, kak.”

“Apa lagi? kok kayanya gue doang yang lupa..”

“Nanti kita bikin alasan baru lagi sama-sama. Tapi mungkin ngga sekarang ya?”

“Ya tuhan, gue kira apa. Iyalah ngga sekarang, lo baru pulang sekolah juga, capek pasti, istirahat aja dulu. Gue balik duluan ya.”

“Eh iya kak, hati-hati dijalan ya.”

“Iya lix, see u.”


'Finally, i meet u again, lix.'

'Hai seo, kamu berhasil.'

• heliotropism ; 1 • tags! : drunk, cigarettes, depression, suicidal desire (kalo ada yang kurang bilang ya, nanti aku add)


Sesuai rencana, Felix dan Jisung bergegas mencari dompet Felix yang entah terjatuh dimana.

“Lix!”

“Ji, astaga gue kaget.”

“Hehe, ayo cari cepetan, keburu diambil orang.”

“Iya, mencar aja, gimana? lo ke kanan gue ke kiri.”

“Yaudah, gue duluan. Hati-hati lix.”

Siang tadi, Felix terlalu asik berputar putar diantara rak supermarket sampai ia lupa bahwa hari mulai sore. Felix yang saat itu memilih berjalan kaki dikarenakan rumahnya yang tidak terlalu jauh pun akhirnya pulang membawa barang belanjaan yang ia beli dengan susah payah.

Felix menyusuri rute yang ia lewati tadi sore— seingatnya, ia melewati jembatan sungai han, dan.. “Oh iya! gue belum cari di sekitar jembatan.”

Sesampainya Felix disana, ia terheran-heran karena seorang laki-laki yang dilihatnya sedang dalam keadaan mabuk sambil merokok tadi sore masih setia duduk disana.

(anw ini latar nya sore menjelang malam, aka magrib gitu ya. soalnya felix belanja dari siang sampai sore trs dia baru sadar kehilangan dompet pas mau magrib.)

Penampilan nya tidak begitu buruk, hanya sedikit berantakan. Mungkin karena efek mabuk, pikir Felix.

Felix melanjutkan pencariannya dan melewati laki-laki tadi begitu saja.

“Hey.. itu yang lagi jalan coba berhenti dulu..”

Merasa terpanggil, Felix pun menoleh kearah suara tersebut dan menunjuk kearah dirinya untuk memastikan. Ternyata suara itu berasal dari laki-laki tadi.

“Kemari..”

“Iya? ada apa?” tanya Felix sopan

Sambil menunjukkan sebuah dompet kulit berwarna hitam, laki-laki itu berkata, “Lo nyari ini?”

“Woahhh bener, itu punya gue, kayanya tadi jatuh.”

“Memang.”

“Lo liat? kenapa ngga manggil gue?”

“Males, ntar juga lo balik lagi buat nyari ini. Oh ya, nih.” Laki-laki tsb menyerahkan dompet itu pada Felix

“Hmm, makasih banyak ya..”

Laki-laki itu hanya mengangguk.

Merasa tidak enak jika ia langsung pamit pergi, maka Felix memilih untuk berbasa basi sejenak.

“Lo mau apa? gue jajanin yuk, itung-itung makasih karena udah mau simpen dompet gue..”

“Ngga usah, gue ga pengen apa-apa.” Jawab laki-laki itu dengan datar.

“Umm okay.. btw kenapa lo daritadi belum pulang? dan sorry lo bau alkohol banget, u okay?”

“Ohh ternyata lo notice kalo gue daritadi disini ya?”

“Ya gitu deh...”

“Iya, gue emang sering kesini, and actually im not..

“Hey kenapa? ada sesuatu?”

“Entah. Gue kesini hampir setiap hari dalam keadaan mabuk, dan gue nimbang nimbang— gue harus lompat atau ngga? hahaha, kata lo gimana?”

“Tentunya gue bakalan bilang big no!

“Kenapa? gue kaya udah ngga ada tujuan dan ngga ada alasan buat hidup. jadi mending gue udahin aja kan?”

“Ngga ngga, gue yakin lo punya tujuan, cuma lo belum kepikiran aja. Dan lo harus tau, alasan untuk terus berjuang dan bertahan hidup itu ngga harus dimulai dengan hal besar, kok. Lo bisa mulai itu dengan hal terkecil sekalipun.”

“Apa misalnya? hahaha ngga ada. Gue bahkan ga punya alasan terkecil satupun.”

“Mau buat alasan sama-sama?” kata Felix

“Asal ngga aneh aneh aja..”

“Okay, ayo bertahan sampai kita ketemu lagi satu sama lain.”

Belum sempat laki-laki itu bertanya maksud dari perkataan Felix— tiba-tiba terdengar seseorang dari kejauhan meneriaki nama orang di depannya.

“Woy lix!” teriak Jisung.

“Yahh kayanya jisung mau ngamuk.” keluh Felix.

“Gue mohon lo harus ttp bertahan, ya? kita kan udah bikin alasan tadi, jadi ayo kita wujudin alasan itu. Dan kalo kita ketemu lagi, kita buat alasan baru lagi yang sedikit lebih besar dari ini.” Jelas Felix.

“Tunggu.. nama lo.. siapa?”

“Hehehe, bakalan gue kasih tau kalau kita ketemu lagi, jadi.. see you! jaga diri baik-baik ya?” Ucap Felix sambil tersenyum kemudian berlari menghampiri Jisung diujung sana.

^^

'you're like sunshine, feel warm..'

'what's ur name?'

'see you..'

26/09/21 note : • bxb               • sevngjin x chnglix               • romance fantasy                • angst (?)

tags : baku, reincarnation

Odnoliub meaning: Russian word that means someone that has only one love in their life.


Ingat bahwa Hyunjin terkena kutukan untuk hidup selamanya sampai kehidupan selanjutnya?

Lalu, bagaimana dengan Felix?

“Bu, maaf karenaku... adikku pergi...”

“Jangan bicara begitu, semuanya adalah ulah raja kejam itu.. ibu tidak pernah melarang kalian berdua jatuh cinta dengan siapa siapa saja. Ibu tau kalian hanya mengejar cinta kalian,”

“Bu... tidakkah kutukan itu terlalu kejam untuk Hyunjin? dia sama kehilangannya denganku..”

“Saat itu ibu terlampau marah, semua penghuni kerajaan Barat tanpa terkecuali terkena kutukan itu..”

“Bu bolehkah aku meminta sesuatu?” Tanya Felix.

“Bu, aku mau menemani Hyunjin sepanjang hidupnya sampai ia bertemu adikku kembali, apa boleh?”

“Kau itu adalah peri, fel.. kau akhirnya akan meninggal.”

“Akan kumohonkan pada Dewa agar hidupku sedikit lebih lama bu.. bolehkah?”

“Sebetulnya ibu juga berat untuk melepasmu, nak. Tapi.. kejarlah apa maumu, tunggulah cintamu itu, berkat ku menyertaimu..”

“Bu.. terimakasih banyak”

Setelah mendapat izin, Felix ajak Hyunjin menemui Sang Dewa.

Felix minta agar dirinya dapat hidup lebih lama sampai, ia ingin bersama Changbin sampai kehidupan selanjutnya berakhir.

Sang Dewa menyetujuinya, dengan syarat ia akan menjadi manusia biasa dan ia harus melepas semua kekuatan yang ia punya. Tanpa pikir panjang, Felix pun menyetujuinya.

Sedangkan Hyunjin meminta pada Dewa agar menjadikan Seungmin manusia di kehidupan selanjutnya, dengan syarat sepanjang hidupnya dalam menunggu Seungmin— ia harus melakukan hal baik untuk sekitarnya. Begitupun juga Hyunjin, ia menyetujui itu.

Diakhir, Dewa menyerahkan sebuah cincin yang akan menuruti satu permintaan mereka, apapun itu.

Kenapa hanya satu?

Karena Sang Dewa ingin mereka belajar mengendalikan ego mereka, tetap ada untuk satu sama lain, dan tetap pada garisnya.

Diperjalanan pulang, mereka bingung mau diapakan cincin ini, karena cincin ini hanya bisa menerima satu permintaan, mau tidak mau mereka harus sepemikiran untuk mendapatkan hasilnya.

“Fel, nanti kita akan meminta apa?”

“Entahlah, mungkin seiring berjalannya waktu kita tau keinginan kita yang sesungguhnya.”


Memang benar Hyunjin diperintahkan untuk selalu berbuat baik, tapi di sisi lain ia merasa kosong dan hampa. Ia rindu Seungminnya setiap saat.

Jangan katakan bahwa Felix tidak semenderita Hyunjin, karena nyatanya ia sama menderitanya. Walaupun ia tidak terkena kutukan, ia pun merasakan hal yang sama dengan Hyunjin. Ia rindu Changbinnya, ia mau bertemu, ia mau mendengar kata kata manis yang biasa Changbin lontarkan.

Dengan ini, mereka berdua ada untuk satu sama lain. Saling menguatkan jika salah satunya sedang berada dititik terendah dan sebaliknya.

Setiap hari Hyunjin lalui tanpa pernah absen untuk menyentuh wajah dalam lukisan yang dulu mereka lukis bersama. Ia posisikan lukisan itu sama seperti Seungmin, ia usap rambutnya dan bercerita dengan lukisan itu sepanjang malam. Tentang bagaimana kerinduannya, tentang bagaimana hari hari yang ia jalani tanpa Seungmin disampingnya, dan tentang ia yang Demi Dewa sesungguhnya tidak baik baik saja.

Felix pun sama, Ia jaga baik-baik kalung yang Changbin beri tanpa sedikitpun mau untuk ia lepas.

Felix bermonolog, “Bin katamu waktu itu— saat kau memberiku kalung ini, kau tidak bisa jauh dariku? tapi kau bohong.. kau pergi mendahuluiku.”

“Bin, rasanya aku ingin menyusulmu kesana, tapi tidak bisa.. aku harus menemani Hyunjin, aku harus menunggumu juga disini. Berjanjilah saat bertemu nanti kau tidak akan melepasku lagi, ya?”

Detik.. Menit.. Jam.. Hari.. Minggu.. Bulan.. Bahkan banyak tahun telah mereka lalui dengan sabar untuk menunggu yang dicintai.

Mereka menunggu tanpa kepastian, karena mereka tidak tau pasti kapan yang ditunggu akan hadir di bumi.

Hyunjin berprofesi sebagai seniman berbakat, sampai pada suatu saat ia mendapat seorang pelanggan yang meminta Hyunjin untuk melukis dirinya, “Hai tuan, adakah yang bisa saya lakukan? tanya Hyunjin ramah.”

“Eum.. aku ingin kau melukis diriku. Tapi kau tidak keberatan kan jika aku memakai penutup wajah?”

“Tentu saja, kau pelangganku yang artinya semua terserah padamu.”

“Baik, harus dimulai darimana?”

“Duduklah disebelah sana, tuan.”

*

“Halo selamat siang, selamat datang di toko kue sunshine, ada yang bisa dibantu?” Sapa felix ramah pada seorang pelanggan.

“Tolong rekomendasikan kue kesukaanmu.”

“Maaf, bisa diulang?”

“Tolong beri aku rekomendasi kue kesukaanmu.”

“Tapi aku takut ini tidak sesuai seleramu,”

“Lakukan saja.”

“B-baik.. — ini tuan, kue wortel yang baru saja keluar dari oven,”

“Kenapa kau memilih kue ini untukku?”

“Tapi katamu tadi sesuai seleraku—”

“Bukan itu, maksudku apa ada alasan kenapa kau memilihkan-ku kue ini?”

“Eumn ahh itu.. kue ini yang mengingatkanku pada kekasihku dulu, aku pernah memberinya kue ini. Sekarang ia sudah tiada.”

“Maaf.. maaf.. aku tidak tau tentang itu.”

“Oh tentu tidak masalah, maaf jika kau tidak nyaman dengan ceritaku, dan ini kuemu. Selamat menikmati, kutunggu kedatanganmu kembali.” Felix tersenyum ramah.

*

“Selesai,” Hyunjin menghampiri pelanggannya itu dan menunjukkan hasil lukisannya.

“Bagaimana tuan, kau suka?”

“Wahh tanganmu semakin berbakat ya? — ehh maksudku hasilnya sangat indah, kau berbakat sekali.”

“Terimakasih banyak, sebetulnya kau tidak perlu memuji ku karena ini memang pekerjaan ku, aku senang jika pelangganku menyukai hasilnya.” Hyunjin hendak berbalik— pergi ke etalase untuk mengambil beberapa warna cat untuk sedikit polesan lagi.

“Kau pantas menerimanya, Hyunjin.”

Langkahnya tiba-tiba terhenti, “A-apa?” Hyunjin mengerutkan dahinya, “Kau tau namaku?”

“Tau, kau kan kekasihku..”

“Maksudmu?” Hyunjin tambah bingung dibuatnya.

Pria yang menjadi pelanggannya itu membuka penutup wajahnya, “Ini aku..” Pria itu tersenyum.

Kaki Hyunjin lemas, jantungnya berdebar dengan cepat, “S-seungmin? tidak mungkin, aku mimpi kan?” Hyunjin mengusap matanya.

“Ini benar benar aku, Kim Seungmin, tapi sekarang namaku sudah ganti menjadi Sky. Tapi tenang, kau tetap boleh memanggilku dengan sebutan apa saja.” Seungmin tersenyum.

Hyunjin roboh, ia duduk tersimpuh sambil mencermati apa yang tengah terjadi. Entah ia harus bersyukur atau mungkin harus bangun dari tidurnya jika ini mimpi?

“Hwang Hyunjin, aku sangat merindukanmu, terimakasih banyak karena telah meminta pada dewa mengenai wujud reinkarnasiku dikehidupan ini. Aku senang, akhirnya kita bertemu lagi, aku ingin kau bersamaku terus. Bagaimana denganmu?”

Hyunjin bangun dan memeluk Seungmin erat erat, “Kau.. kau Seungmin? sungguh? kau tau? aku hampir gila hidup puluhan tahun tanpamu, aku rasanya ingin mati saat itu juga saat mengingat kejadian itu, aku.. aku merindukanmu dengan sangat, kim. Mari bersama-sama sampai akhir, berjanjilah yang kali ini tidak boleh ingkar.”

“Aku janji,”

“Bagaimana kau bisa mengingatku?”

“Entah, Sang Dewa baik hati. Ia tidak membiarkan ingatanku terhapus. Memang sedikit sesak saat mengingat masa itu, tapi maksud Sang Dewa pasti bukan untuk menyiksaku, tapi ia mau aku mengingatmu, dulu, sekarang dan selamanya.”

*

Saat Felix hendak ke dapur untuk meletakkan cookies hangat yang baru saja ia buat— pelanggannya itu mencegah Felix, “Tunggu.” sambil memegang tangannya.

Felix lantas melihat kearah tangan pelanggan tersebut, pelanggan itu menyadarinya, “Maaf karena lancang memegang tanganmu, tapi..”

“Tidak masalah, tapi.. apa?”

“Aku merindukanmu..”

“Tuan bercanda? kita baru saja bertemu” Felix tertawa.

Pelanggan tersebut membuka tudung kepala dan maskernya, “Kau merindukanku, kan?”

Jelas saja Felix tercengang dan setengah percaya dengan apa yang ada didepan matanya.

“Kau??”

“Iya, aku Changbin. Lama tidak bertemu bukan?”

“Kau.. kembali? kau tidak bercanda? atau ini halusinasi ku? atau.. atau.. kau hanya makhluk yang menyerupainya?”

Changbin mendekap Felix, “Terserah kau mau melihat aku sebagai wujud apa, yang penting kita bertemu sekarang.”

“Changbin... kau Changbinku! benar! aku tidak bermimpi. Bin.. kau baik-baik saja? ada yang terluka? kau lapar?” Felix menelisik wajah dan tubuh Changbin untuk memastikan Changbinnya baik-baik saja.

“Hey aku ini baik-baik saja, yang tidak itu adalah kau. Maaf fel, maaf karena aku tidak menepati janjiku waktu itu, aku meninggalkanmu.”

Felix menangis, “Tidak tidak... kau tidak perlu mengatakan itu semua, yang terpenting kau disini bersamaku. Bin, jangan pergi lagi. Kalau ingin pergi ajaklah aku, aku kesepian disini, aku rindu kau, rindu semuanya!”

“Aku janji, yang ini tidak akan bohong.”


Flashback ;

Sebenarnya saat Felix sedang menjaga toko dan melamun— otaknya terpikirkan sesuatu, saat itu tangannya sedang memegang cincin yang diberikan Dewa saat itu. Netra nya tatap kuat cincin itu, hatinya menggumam 'Dewa, tolong biarkan ingatan mereka terhadapku dan Hyunjin tidak hilang, aku ingin mereka tetap mengingat kami, apa bisa?' Felix menghembuskan nafasnya kasar lalu menggumam, 'Kau ini apa apaan fel, mana bisa? itu mustahil. Bertemu saja sudah bersyukur.. tidak perlu minta yang macam-macam'

Maka dari itu keduanya bisa mengingat Hyunjin dan Felix dengan baik.

—fin.

26/09/21 note : • bxb               • sevngjin x chnglix               • romance fantasy                • angst (?)

tags : baku, reincarnation

Odnoliub meaning: Russian word that means someone that has only one love in their life.


Ingat bahwa Hyunjin terkena kutukan untuk hidup selamanya sampai kehidupan selanjutnya?

Lalu, bagaimana dengan Felix?

“Bu, maaf karenaku... adikku pergi...”

“Jangan bicara begitu, semuanya adalah ulah raja kejam itu.. ibu tidak pernah melarang kalian berdua jatuh cinta dengan siapa siapa saja. Ibu tau kalian hanya mengejar cinta kalian,”

“Bu... tidakkah kutukan itu terlalu kejam untuk Hyunjin? dia sama kehilangannya denganku..”

“Saat itu ibu terlampau marah, semua penghuni kerajaan Barat tanpa terkecuali terkena kutukan itu..”

“Bu bolehkah aku meminta sesuatu?” Tanya Felix.

“Bu, aku mau menemani Hyunjin sepanjang hidupnya sampai ia bertemu adikku kembali, apa boleh?”

“Kau itu adalah peri, fel.. kau akhirnya akan meninggal.”

“Akan kumohonkan pada Dewa agar hidupku sedikit lebih lama bu.. bolehkah?”

“Sebetulnya ibu juga berat untuk melepasmu, nak. Tapi.. kejarlah apa maumu, tunggulah cintamu itu, berkat ku menyertaimu..”

“Bu.. terimakasih banyak”

Setelah mendapat izin, Felix ajak Hyunjin menemui Sang Dewa.

Felix minta agar dirinya dapat hidup lebih lama sampai, ia ingin bersama Changbin sampai kehidupan selanjutnya berakhir.

Sang Dewa menyetujuinya, dengan syarat ia akan menjadi manusia biasa dan ia harus melepas semua kekuatan yang ia punya. Tanpa pikir panjang, Felix pun menyetujuinya.

Sedangkan Hyunjin meminta pada Dewa agar menjadikan Seungmin manusia di kehidupan selanjutnya, dengan syarat sepanjang hidupnya dalam menunggu Seungmin— ia harus melakukan hal baik untuk sekitarnya. Begitupun juga Hyunjin, ia menyetujui itu.

Diakhir, Dewa menyerahkan sebuah cincin yang akan menuruti satu permintaan mereka, apapun itu.

Kenapa hanya satu?

Karena Sang Dewa ingin mereka belajar mengendalikan ego mereka, tetap ada untuk satu sama lain, dan tetap pada garisnya.

Diperjalanan pulang, mereka bingung mau diapakan cincin ini, karena cincin ini hanya bisa menerima satu permintaan, mau tidak mau mereka harus sepemikiran untuk mendapatkan hasilnya.

“Fel, nanti kita akan meminta apa?”

“Entahlah, mungkin seiring berjalannya waktu kita tau keinginan kita yang sesungguhnya.”


Memang benar Hyunjin diperintahkan untuk selalu berbuat baik, tapi di sisi lain ia merasa kosong dan hampa. Ia rindu Seungminnya setiap saat.

Jangan katakan bahwa Felix tidak semenderita Hyunjin, karena nyatanya ia sama menderitanya. Walaupun ia tidak terkena kutukan, ia pun merasakan hal yang sama dengan Hyunjin. Ia rindu Changbinnya, ia mau bertemu, ia mau mendengar kata kata manis yang biasa Changbin lontarkan.

Dengan ini, mereka berdua ada untuk satu sama lain. Saling menguatkan jika salah satunya sedang berada dititik terendah dan sebaliknya.

Setiap hari Hyunjin lalui tanpa pernah absen untuk menyentuh wajah dalam lukisan yang dulu mereka lukis bersama. Ia posisikan lukisan itu sama seperti Seungmin, ia usap rambutnya dan bercerita dengan lukisan itu sepanjang malam. Tentang bagaimana kerinduannya, tentang bagaimana hari hari yang ia jalani tanpa Seungmin disampingnya, dan tentang ia yang Demi Dewa sesungguhnya tidak baik baik saja.

Felix pun sama, Ia jaga baik-baik kalung yang Changbin beri tanpa sedikitpun mau untuk ia lepas.

Felix bermonolog, “Bin katamu waktu itu— saat kau memberiku kalung ini, kau tidak bisa jauh dariku? tapi kau bohong.. kau pergi mendahuluiku.”

“Bin, rasanya aku ingin menyusulmu kesana, tapi tidak bisa.. aku harus menemani Hyunjin, aku harus menunggumu juga disini. Berjanjilah saat bertemu nanti kau tidak akan melepasku lagi, ya?”

Detik.. Menit.. Jam.. Hari.. Minggu.. Bulan.. Bahkan banyak tahun telah mereka lalui dengan sabar untuk menunggu yang dicintai.

Mereka menunggu tanpa kepastian, karena mereka tidak tau pasti kapan yang ditunggu akan hadir di bumi.

Hyunjin berprofesi sebagai seniman berbakat, sampai pada suatu saat ia mendapat seorang pelanggan yang meminta Hyunjin untuk melukis dirinya, “Hai tuan, adakah yang bisa saya lakukan? tanya Hyunjin ramah.”

“Eum.. aku ingin kau melukis diriku. Tapi kau tidak keberatan kan jika aku memakai penutup wajah?”

“Tentu saja, kau pelangganku yang artinya semua terserah padamu.”

“Baik, harus dimulai darimana?”

“Duduklah disebelah sana, tuan.”

*

“Halo selamat siang, selamat datang di toko kue sunshine, ada yang bisa dibantu?” Sapa felix ramah pada seorang pelanggan.

“Tolong rekomendasikan kue kesukaanmu.”

“Maaf, bisa diulang?”

“Tolong beri aku rekomendasi kue kesukaanmu.”

“Tapi aku takut ini tidak sesuai seleramu,”

“Lakukan saja.”

“B-baik.. — ini tuan, kue wortel yang baru saja keluar dari oven,”

“Kenapa kau memilih kue ini untukku?”

“Tapi katamu tadi sesuai seleraku—”

“Bukan itu, maksudku apa ada alasan kenapa kau memilihkan-ku kue ini?”

“Eumn ahh itu.. kue ini yang mengingatkanku pada kekasihku dulu, aku pernah memberinya kue ini. Sekarang ia sudah tiada.”

“Maaf.. maaf.. aku tidak tau tentang itu.”

“Oh tentu tidak masalah, maaf jika kau tidak nyaman dengan ceritaku, dan ini kuemu. Selamat menikmati, kutunggu kedatanganmu kembali.” Felix tersenyum ramah.

*

“Selesai,” Hyunjin menghampiri pelanggannya itu dan menunjukkan hasil lukisannya.

“Bagaimana tuan, kau suka?”

“Wahh tanganmu semakin berbakat ya? — ehh maksudku hasilnya sangat indah, kau berbakat sekali.”

“Terimakasih banyak, sebetulnya kau tidak perlu memuji ku karena ini memang pekerjaan ku, aku senang jika pelangganku menyukai hasilnya.” Hyunjin hendak berbalik— pergi ke etalase untuk mengambil beberapa warna cat untuk sedikit polesan lagi.

“Kau pantas menerimanya, Hyunjin.”

Langkahnya tiba-tiba terhenti, “A-apa?” Hyunjin mengerutkan dahinya, “Kau tau namaku?”

“Tau, kau kan kekasihku..”

“Maksudmu?” Hyunjin tambah bingung dibuatnya.

Pria yang menjadi pelanggannya itu membuka penutup wajahnya, “Ini aku..” Pria itu tersenyum.

Kaki Hyunjin lemas, jantungnya berdebar dengan cepat, “S-seungmin? tidak mungkin, aku mimpi kan?” Hyunjin mengusap matanya.

“Ini benar benar aku, Kim Seungmin, tapi sekarang namaku sudah ganti menjadi Sky. Tapi tenang, kau tetap boleh memanggilku dengan sebutan apa saja.” Seungmin tersenyum.

Hyunjin roboh, ia duduk tersimpuh sambil mencermati apa yang tengah terjadi. Entah ia harus bersyukur atau mungkin harus bangun dari tidurnya jika ini mimpi?

“Hwang Hyunjin, aku sangat merindukanmu, terimakasih banyak karena telah meminta pada dewa mengenai wujud reinkarnasiku dikehidupan ini. Aku senang, akhirnya kita bertemu lagi, aku ingin kau bersamaku terus. Bagaimana denganmu?”

Hyunjin bangun dan memeluk Seungmin erat erat, “Kau.. kau Seungmin? sungguh? kau tau? aku hampir gila hidup puluhan tahun tanpamu, aku rasanya ingin mati saat itu juga saat mengingat kejadian itu, aku.. aku merindukanmu dengan sangat, kim. Mari bersama-sama sampai akhir, berjanjilah yang kali ini tidak boleh ingkar.”

“Aku janji,”

“Bagaimana kau bisa mengingatku?”

“Entah, Sang Dewa baik hati. Ia tidak membiarkan ingatanku terhapus. Memang sedikit sesak saat mengingat masa itu, tapi maksud Sang Dewa pasti bukan untuk menyiksaku, tapi ia mau aku mengingatmu, dulu, sekarang dan selamanya.”

*

Saat Felix hendak ke dapur untuk meletakkan cookies hangat yang baru saja ia buat— pelanggannya itu mencegah Felix, “Tunggu.” sambil memegang tangannya.

Felix lantas melihat kearah tangan pelanggan tersebut, pelanggan itu menyadarinya, “Maaf karena lancang memegang tanganmu, tapi..”

“Tidak masalah, tapi.. apa?”

“Aku merindukanmu..”

“Tuan bercanda? kita baru saja bertemu” Felix tertawa.

Pelanggan tersebut membuka tudung kepala dan maskernya, “Kau merindukanku, kan?”

Jelas saja Felix tercengang dan setengah percaya dengan apa yang ada didepan matanya.

“Kau??”

“Iya, aku Changbin. Lama tidak bertemu bukan?”

“Kau.. kembali? kau tidak bercanda? atau ini halusinasi ku? atau.. atau.. kau hanya makhluk yang menyerupainya?”

Changbin mendekap Felix, “Terserah kau mau melihat aku sebagai wujud apa, yang penting kita bertemu sekarang.”

“Changbin... kau Changbinku! benar! aku tidak bermimpi. Bin.. kau baik-baik saja? ada yang terluka? kau lapar?” Felix menelisik wajah dan tubuh Changbin untuk memastikan Changbinnya baik-baik saja.

“Hey aku ini baik-baik saja, yang tidak itu adalah kau. Maaf fel, maaf karena aku tidak menepati janjiku waktu itu, aku meninggalkanmu.”

Felix menangis, “Tidak tidak... kau tidak perlu mengatakan itu semua, yang terpenting kau disini bersamaku. Bin, jangan pergi lagi. Kalau ingin pergi ajaklah aku, aku kesepian disini, aku rindu kau, rindu semuanya!”

“Aku janji, yang ini tidak akan bohong.”


Flashback ;

*Sebenarnya saat Felix sedang menjaga toko dan melamun— otaknya terpikirkan sesuatu, saat itu tangannya sedang memegang cincin yang diberikan Dewa saat itu. Netra nya tatap kuat cincin itu, hatinya menggumam 'Dewa, tolong biarkan ingatan mereka terhadapku dan Hyunjin tidak hilang, aku ingin mereka tetap mengingat kami, apa bisa?' Felix menghembuskan nafasnya kasar lalu menggumam, 'Kau ini apa apaan fel, mana bisa? itu mustahil. Bertemu saja sudah bersyukur.. tidak perlu minta yang macan-macam'

*Maka dari itu keduanya bisa mengingat Hyunjin dan Felix dengan baik.

—fin.

26/09/21 note : • bxb               • sevngjin x chnglix               • romance fantasy                • angst (?)

tags : baku, reincarnation

Odnoliub meaning: Russian word that means someone that has only one love in their life.


Ingat bahwa Hyunjin terkena kutukan untuk hidup selamanya sampai kehidupan selanjutnya?

Lalu, bagaimana dengan Felix?

“Bu, maaf karenaku... adikku pergi...”

“Jangan bicara begitu, semuanya adalah ulah raja kejam itu.. ibu tidak pernah melarang kalian berdua jatuh cinta dengan siapa siapa saja. Ibu tau kalian hanya mengejar cinta kalian,”

“Bu... tidakkah kutukan itu terlalu kejam untuk Hyunjin? dia sama kehilangannya denganku..”

“Saat itu ibu terlampau marah, semua penghuni kerajaan Barat tanpa terkecuali terkena kutukan itu..”

“Bu bolehkah aku meminta sesuatu?” Tanya Felix.

“Bu, aku mau menemani Hyunjin sepanjang hidupnya sampai ia bertemu adikku kembali, apa boleh?”

“Kau itu adalah peri, fel.. kau akhirnya akan meninggal.”

“Akan kumohonkan pada Dewa agar hidupku sedikit lebih lama bu.. bolehkah?”

“Sebetulnya ibu juga berat untuk melepasmu, nak. Tapi.. kejarlah apa maumu, tunggulah cintamu itu, berkat ku menyertaimu..”

“Bu.. terimakasih banyak”

Setelah mendapat izin, Felix ajak Hyunjin menemui Sang Dewa.

Felix minta agar dirinya dapat hidup lebih lama sampai, ia ingin bersama Changbin sampai kehidupan selanjutnya berakhir.

Sang Dewa menyetujuinya, dengan syarat ia akan menjadi manusia biasa dan ia harus melepas semua kekuatan yang ia punya. Tanpa pikir panjang, Felix pun menyetujuinya.

Sedangkan Hyunjin meminta pada Dewa agar menjadikan Seungmin manusia di kehidupan selanjutnya, dengan syarat sepanjang hidupnya dalam menunggu Seungmin— ia harus melakukan hal baik untuk sekitarnya. Begitupun juga Hyunjin, ia menyetujui itu.

Diakhir, Dewa menyerahkan sebuah cincin yang akan menuruti satu permintaan mereka, apapun itu.

Kenapa hanya satu?

Karena Sang Dewa ingin mereka belajar mengendalikan ego mereka, tetap ada untuk satu sama lain, dan tetap pada garisnya.

Diperjalanan pulang, mereka bingung mau diapakan cincin ini, karena cincin ini hanya bisa menerima satu permintaan, mau tidak mau mereka harus sepemikiran untuk mendapatkan hasilnya.

“Fel, nanti kita akan meminta apa?”

“Entahlah, mungkin seiring berjalannya waktu kita tau keinginan kita yang sesungguhnya.”


Memang benar Hyunjin diperintahkan untuk selalu berbuat baik, tapi di sisi lain ia merasa kosong dan hampa. Ia rindu Seungminnya setiap saat.

Jangan katakan bahwa Felix tidak semenderita Hyunjin, karena nyatanya ia sama menderitanya. Walaupun ia tidak terkena kutukan, ia pun merasakan hal yang sama dengan Hyunjin. Ia rindu Changbinnya, ia mau bertemu, ia mau mendengar kata kata manis yang biasa Changbin lontarkan.

Dengan ini, mereka berdua ada untuk satu sama lain. Saling menguatkan jika salah satunya sedang berada dititik terendah dan sebaliknya.

Setiap hari Hyunjin lalui tanpa pernah absen untuk menyentuh wajah dalam lukisan yang dulu mereka lukis bersama. Ia posisikan lukisan itu sama seperti Seungmin, ia usap rambutnya dan bercerita dengan lukisan itu sepanjang malam. Tentang bagaimana kerinduannya, tentang bagaimana hari hari yang ia jalani tanpa Seungmin disampingnya, dan tentang ia yang Demi Dewa sesungguhnya tidak baik baik saja.

Felix pun sama, Ia jaga baik-baik kalung yang Changbin beri tanpa sedikitpun mau untuk ia lepas.

Felix bermonolog, “Bin katamu waktu itu— saat kau memberiku kalung ini, kau tidak bisa jauh dariku? tapi kau bohong.. kau pergi mendahuluiku.”

“Bin, rasanya aku ingin menyusulmu kesana, tapi tidak bisa.. aku harus menemani Hyunjin, aku harus menunggumu juga disini. Berjanjilah saat bertemu nanti kau tidak akan melepasku lagi, ya?”

Detik.. Menit.. Jam.. Hari.. Minggu.. Bulan.. Bahkan banyak tahun telah mereka lalui dengan sabar untuk menunggu yang dicintai.

Mereka menunggu tanpa kepastian, karena mereka tidak tau pasti kapan yang ditunggu akan hadir di bumi.

Hyunjin berprofesi sebagai seniman berbakat, sampai pada suatu saat ia mendapat seorang pelanggan yang meminta Hyunjin untuk melukis dirinya, “Hai tuan, adakah yang bisa saya lakukan? tanya Hyunjin ramah.”

“Eum.. aku ingin kau melukis diriku. Tapi kau tidak keberatan kan jika aku memakai penutup wajah?”

“Tentu saja, kau pelangganku yang artinya semua terserah padamu.”

“Baik, harus dimulai darimana?”

“Duduklah disebelah sana, tuan.”

*

“Halo selamat siang, selamat datang di toko kue sunshine, ada yang bisa dibantu?” Sapa felix ramah pada seorang pelanggan.

“Tolong rekomendasikan kue kesukaanmu.”

“Maaf, bisa diulang?”

“Tolong beri aku rekomendasi kue kesukaanmu.”

“Tapi aku takut ini tidak sesuai seleramu,”

“Lakukan saja.”

“B-baik.. — ini tuan, kue wortel yang baru saja keluar dari oven,”

“Kenapa kau memilih kue ini untukku?”

“Tapi katamu tadi sesuai seleraku—”

“Bukan itu, maksudku apa ada alasan kenapa kau memilihkan-ku kue ini?”

“Eumn ahh itu.. kue ini yang mengingatkanku pada kekasihku dulu, aku pernah memberinya kue ini. Sekarang ia sudah tiada.”

“Maaf.. maaf.. aku tidak tau tentang itu.”

“Oh tentu tidak masalah, maaf jika kau tidak nyaman dengan ceritaku, dan ini kuemu. Selamat menikmati, kutunggu kedatanganmu kembali.” Felix tersenyum ramah.

*

“Selesai,” Hyunjin menghampiri pelanggannya itu dan menunjukkan hasil lukisannya.

“Bagaimana tuan, kau suka?”

“Wahh tanganmu semakin berbakat ya? — ehh maksudku hasilnya sangat indah, kau berbakat sekali.”

“Terimakasih banyak, sebetulnya kau tidak perlu memuji ku karena ini memang pekerjaan ku, aku senang jika pelangganku menyukai hasilnya.” Hyunjin hendak berbalik— pergi ke etalase untuk mengambil beberapa warna cat untuk sedikit polesan lagi.

“Kau pantas menerimanya, Hyunjin.”

Langkahnya tiba-tiba terhenti, “A-apa?” Hyunjin mengerutkan dahinya, “Kau tau namaku?”

“Tau, kau kan kekasihku..”

“Maksudmu?” Hyunjin tambah bingung dibuatnya.

Pria yang menjadi pelanggannya itu membuka penutup wajahnya, “Ini aku..” Pria itu tersenyum.

Kaki Hyunjin lemas, jantungnya berdebar dengan cepat, “S-seungmin? tidak mungkin, aku mimpi kan?” Hyunjin mengusap matanya.

“Ini benar benar aku, Kim Seungmin, tapi sekarang namaku sudah ganti menjadi Sky. Tapi tenang, kau tetap boleh memanggilku dengan sebutan apa saja.” Seungmin tersenyum.

Hyunjin roboh, ia duduk tersimpuh sambil mencermati apa yang tengah terjadi. Entah ia harus bersyukur atau mungkin harus bangun dari tidurnya jika ini mimpi?

“Hwang Hyunjin, aku sangat merindukanmu, terimakasih banyak karena telah meminta pada dewa mengenai wujud reinkarnasiku dikehidupan ini. Aku senang, akhirnya kita bertemu lagi, aku ingin kau bersamaku terus. Bagaimana denganmu?”

Hyunjin bangun dan memeluk Seungmin erat erat, “Kau.. kau Seungmin? sungguh? kau tau? aku hampir gila hidup puluhan tahun tanpamu, aku rasanya ingin mati saat itu juga saat mengingat kejadian itu, aku.. aku merindukanmu dengan sangat, kim. Mari bersama-sama sampai akhir, berjanjilah yang kali ini tidak boleh ingkar.”

“Aku janji,”

“Bagaimana kau bisa mengingatku?”

“Entah, Sang Dewa baik hati. Ia tidak membiarkan ingatanku terhapus. Memang sedikit sesak saat mengingat masa itu, tapi maksud Sang Dewa pasti bukan untuk menyiksaku, tapi ia mau aku mengingatmu, dulu, sekarang dan selamanya.”

*

Saat Felix hendak ke dapur untuk meletakkan cookies hangat yang baru saja ia buat— pelanggannya itu mencegah Felix, “Tunggu.” sambil memegang tangannya.

Felix lantas melihat kearah tangan pelanggan tersebut, pelanggan itu menyadarinya, “Maaf karena lancang memegang tanganmu, tapi..”

“Tidak masalah, tapi.. apa?”

“Aku merindukanmu..”

“Tuan bercanda? kita baru saja bertemu” Felix tertawa.

Pelanggan tersebut membuka tudung kepala dan maskernya, “Kau merindukanku, kan?”

Jelas saja Felix tercengang dan setengah percaya dengan apa yang ada didepan matanya.

“Kau??”

“Iya, aku Changbin. Lama tidak bertemu bukan?”

“Kau.. kembali? kau tidak bercanda? atau ini halusinasi ku? atau.. atau.. kau hanya makhluk yang menyerupainya?”

Changbin mendekap Felix, “Terserah kau mau melihat aku sebagai wujud apa, yang penting kita bertemu sekarang.”

“Changbin... kau Changbinku! benar! aku tidak bermimpi. Bin.. kau baik-baik saja? ada yang terluka? kau lapar?” Felix menelisik wajah dan tubuh Changbin untuk memastikan Changbinnya baik-baik saja.

“Hey aku ini baik-baik saja, yang tidak itu adalah kau. Maaf fel, maaf karena aku tidak menepati janjiku waktu itu, aku meninggalkanmu.”

Felix menangis, “Tidak tidak... kau tidak perlu mengatakan itu semua, yang terpenting kau disini bersamaku. Bin, jangan pergi lagi. Kalau ingin pergi ajaklah aku, aku kesepian disini, aku rindu kau, rindu semuanya!”

“Aku janji, yang ini tidak akan bohong.”


Flashback ;

*Sebenarnya saat Felix sedang menjaga toko dan melamun— otaknya terpikirkan sesuatu, saat itu tangannya sedang memegang cincin yang diberikan Dewa saat itu. Netra nya tatap kuat cincin itu, hatinya menggumam 'Dewa, tolong biarkan ingatan mereka terhadapku dan Hyunjin tidak hilang, aku ingin mereka tetap mengingat kami, apa bisa?' Felix menghembuskan nafasnya kasar lalu menggumam, 'Kau ini apa apaan fel, mana bisa? itu mustahil. Bertemu saja sudah bersyukur.. tidak perlu minta yang macan-macam'

*Maka dari itu keduanya bisa mengingat Hyunjin dan Felix dengan baik.

—fin.

26/09/21 note : • bxb               • sevngjin x chnglix               • romance fantasy                • angst (?)

tags : baku, major character death, reincarnation, blood, murder

Odnoliub meaning: Russian word that means someone that has only one love in their life.


Siang itu matahari bersinar dengan sangat terik, membuat dua laki-laki yang tengah duduk dibawah pohon itu mengeluh tiada henti.

“Kak, disini panas, ayo cari tempat lain.”

“Dasar banyak mau, kau lupa? sejak tadi kau sudah menyeretku untuk berpindah tempat sebanyak 5 kali, Hwang Hyunjin.”

“Ayolah kak, ini yang terakhir, aku janji. Ku kira pohon disini cukup rindang untuk melindungi kita dari panas, ternyata masih kurang.”

“Memang, kau ini selalu saja merepotkanku, tau?”

“Aduh kak Changbin, kau pun samanya, selalu saja mengoceh dan mengeluh, kepalaku sakit mendengarnya.”

“Baiklah baiklah, ayo pindah. Bawa peralatan melukismu, cepat.”

“Kau memang terbaik, kak.” Hyunjin tersenyum lebar.

Kakak beradik itupun bersiap siap untuk mencari sebuah tempat yang berkriteria mempunyai pemandangan indah, berangin dan juga sejuk tentunya.

Setelah menempuh perjalanan dengan menunggangi kuda selama 20 menit, akhirnya mereka menemukan tempat yang mereka cari.

Sang adik turun terlebih dulu dari kudanya, “Wahh apakah ini di surga? indah sekali.” matanya berbinar.

Changbin menggelengkan kepalanya, “Jaga bicaramu, kau ini seakan-akan sudah meninggal saja. menakutkan.”

“Ahh iya, dasar cerewet. Maksudku aku hanya mengagumi tempat ini. Tapi, kak, kurasa aku belum pernah melihat tempat ini sebelumnya.”

“Akupun.” Jawab Changbin singkat sambil menelusuri tiap sudut dari tempat itu.

Hyunjin tidak berbohong, tempat itu bak gambaran surga yang sering orang bicarakan. Tempatnya luas, sejuk, terdapat banyak bunga, dan— ahh demi apapun ini sangat indah, aku tidak bisa mendeskripsikan nya lebih lanjut.

“Hei, apakah kau akan melukis disini?” Tanya Changbin.

Hyunjin mengangguk, “Tentu saja! kapan lagi aku menemukan tempat seperti ini. Dan aku takut kalau saja tempat ini sebenarnya hayalan atau dunia lain, maka dari itu aku akan mengabadikannya di kanvas ku, kak!” Jawab Hyunjin dengan antusias.

Changbin berjalan menuju pohon yang sangat rindang, “Bicaramu ini dari tadi seperti orang mabuk. Dan, oh ya, jangan pergi terlalu jauh, aku akan istirahat disini dan mungkin akan tertidur sebentar.”

“Siap, pangeran!”

Selagi Changbin istirahat, Hyunjin tak ingin membuang waktu karena ia harus tiba di istana sebelum hari mulai gelap.

Setelah menyusuri tempat sekitar, ia menemukan spot yang ia sukai dan mulai mempersiapkan alat lukisnya.

Saat sedang menyiapkan alat lukisnya, Hyunjin menajamkan penglihatannya ke arah pohon di depannya. Terlihat ada makhluk indah bersayap yang tengah duduk di pohon, membelakanginya.

“Astaga dewa, makhluk apa itu?”

Hyunjin terpaku akan keindahan dari makhluk tersebut. Dengan cepat ia torehkan cat itu ke atas kanvas membentuk sayap makhluk di depannya.

“Ahh tidak, aku harus memberi tahu Kak Changbin setelah ini.”

Setelah melukis, Hyunjin berjalan cepat ke arah Changbin untuk memberitahu apa yang dilihatnya barusan.

“Kak! Kak Changbin! bangun kak, sebentar saja.”

“Aduh kau ini, apa lagi? aku hanya ingin mengistirahatkan mataku sejenak.”

“Maaf kak, tapi ayo ikut aku, kau tidak akan percaya apa yang kulihat barusan!” Padahal Hyunjin belum mendapat persetujuan kakaknya, tetapi ia sudah beralih menariknya ke tempat yang dimaksud.

“Sstt jangan berisik kak, kecilkan suaramu dan coba lihat ke arah sana..” Kata Hyunjin sambil menunjuk ke atas pohon.

“Oh dewa! Apakah itu peri? ahh tidak aku masih mengantuk makanya aku jadi menghayal.”

Hyunjin memercikkan air ke wajah kakaknya itu, “Kau ini apa apaan?”

“Aku tidak bermaksud apa apa, kak. Aku ingin membuktikan bahwa yang kau lihat adalah benar.”

Akhirnya, Changbin pun tersadar bahwa apa yang dilihatnya adalah nyata, dan merekapun memperhatikan peri itu dari balik semak-semak.

Tuk

“Aaaa astaga apa ini,” Jerit peri yang dari tadi kakak beradik itu bicarakan.

“Kak, lihat! suaranya lembut sekali, bukan?”

“Kau benar, lihat, ada ulat jatuh di sayapnya.”

Peri itupun turun dan terbang tidak jauh dari pohon tersebut, “Hey, mau kemana dia?” Changbin menepuk pundak Hyunjin.

“Felix felix, bantu aku, ada sesuatu disayapku.”

“Tidak akan, sebelum kau memanggilku kakak.” Kata felix dengan nada mengejek.

“Ayolah, kita hanya selisih beberapa hari.”

“Mau kubantu atau tidak?”

“Baiklah, kak Felix tolong bantu aku,” Ucap Seungmin dengan nada terpaksa.

“Hahaha dengan senang hati, adikku.” dan Felix pun menyingkirkan ulat tersebut dari sayap Seungmin.

Sedangkan Changbin dan Hyunjin sedang terpana melihat dua peri kakak beradik itu yang sedang mengejek satu sama lain.

“Kak, coba lihat! mereka ada dua?”

“Peri itu sebenarnya ada banyak, tau...”

“Benarkah? apakah kita bisa melihat yang lainnya?”

“Entahlah, sepertinya ucapanmu yang tadi benar. Disini seperti dunia lain— kurasa ini dunia atau kawasannya para peri itu, makanya terlihat berkali kali lipat lebih indah daripada banyaknya tempat yang kita lewati tadi.”

“Kau benar kak!” Seru Hyunjin.

Menyadari seperti ada sesuatu dibalik semak, peri itupun mengecilkan ukuran tubuhnya dan bersembunyi dibalik dedaunan diatas pohon.

“Seungmin, kurasa tadi ada sesuatu, tidakkah kau merasakannya?”

“Kalau aku tidak merasakannya, tidak mungkin kau kuajak bersembunyi seperti ini, felix.”

Felix hanya tertawa pelan. Tidak lama kemudian, benar saja— dua sosok manusia keluar dari persembunyiannya, dari balik semak.

“Mereka pergi kemana?”

“Jangan tanya aku.”

Dua peri itu mendengar percakapan keduanya yang tengah kebingungan mencari kemana makhluk indah yang tadi dilihatnya pergi.

“Ahh Seungmin, lihatlah, yang itu tampan bukan?” Felix menunjuk kearah Changbin.

“Benar, tapi yang satunya juga tampan.” sedangkan Seungmin menunjuk hyunjin.

“Felix, kau rasa— mereka manusia yang baik atau jahat?”

“Baik! aku bisa melihat auranya—” Mungkin Seungmin lupa bahwa saudaranya bisa mengetahui sifat seseorang berdasarkan aura yang dilihatnya.

Belum selesai bicara, tiba tiba, “Aaaaaaa ulat ini menjengkelkan sekali! mengapa ia besar sekali saat aku mengecil!” keseimbangan Seungmin hilang dan terjatuh.

Hyunjin yang menyadari ada sesuatu yang terjatuh pun segera menghampiri suara itu. Jangan lupakan Seungmin yang masih dalam bentuk kecil. Hampir saja ia terinjak oleh sepatu Hyunjin jika saja Felix tidak menghentikannya.

“Stopppp, jauhkan langkahmu dari sini, mundur 3 langkah, cepat!” Hyunjin yang tercengang pun hanya mengangguk dan menurut, ia langkahkan mundur kakinya sebanyak tiga langkah.

“Aishhh, ayo bangun Seungmin, aduh kenapa pula tubuhmu lebih besar dari pada aku, padahal kau adikku.”

“Terima saja takdirmu dan bantu aku berdiri, kakiku sakit.”

“Biar kubantu,” Ucap Hyunjin.

Akhirnya Hyunjin pun mengangkat Seungmin di telapak tangannya dan berkata, “Astaga kau kecil sekali, kurasa tadi tidak sekecil ini.”

“Terserah aku!” Ucap Seungmin sinis.

“Galak sekali dia,” Sambung Changbin.

“Dia memang selalu seperti itu, oh ya, tolong letakkan dia di atas batu itu.” jelas Felix.

Hyunjin berjalan ke arah batu tersebut, sedangkan Changbin mendekat ke arah Felix.

“Hai, kau cantik.”

Felix tersipu malu, “T-terimakasih, kau juga tampan.”

“Namamu siapa?”

“Felix, kau?”

“Namamu indah, panggil saja aku Changbin.”

“Mulutmu sepertinya sangat terlatih untuk mengatakan hal itu ya? hahaha” Merekapun tertawa bersama.

“Felix, apakah ini kawasan peri?”

“Ahh benar, bagaimana kau bisa tau?”

“Tempat ini terlihat menakjubkan, seperti bukan dunia manusia.”

“Benar, para peri lain menjaga kawasan kami sebaik mungkin, dan jadilah seperti ini. Tapi aku heran, kata ibuku tidak sembarang manusia bisa masuk kesini.”

“Ah begitu rupanya— apa maksudmu sembarang manusia?”

“Aku tidak berniat menyinggung, tapi kata ibuku yang bisa lalu lalang dari dunia peri dan dunia manusia hanya keturunan kerajaan, kerajaan sebelah sana,” Kata felix sambil menunjuk ke arah barat. “Itupun mereka tidak boleh sembarang masuk kalau tidak ada keperluan mendesak, kau beruntung karena hari ini aku dan adikku lah yang menjaga kawasan ini. Jika peri lain— kau pasti sudah dilaporkan.” Sambung Felix.

“Benarkah? aku tidak tau itu. Dan kau tau? aku adalah pangeran mahkota dari kerajaan yang kau tunjuk barusan, dan itu yang sedang bersama saudaramu— adalah adikku, Hyunjin namanya.” Jelas Changbin.

Mata felix membola dan bibirnya membentuk huruf O tanda paham (dan sedikit terkejut)

“Terimakasih karena tidak melaporkan ku, kau baik!” ucap Changbin sambil menepuk kepala Felix.

Disisi lain, Hyunjin dan Seungmin nampak tidak akur.

“Hei kau! pelan pelan! sudah kubilang kakiku sakit.” Oceh Seungmin.

“Telingaku sakit karena kau berteriak teriak, tau tidak?”

“Kau menjengkelkan, pertama kau hampir menginjakku, kedua kau meletakkanku dengan kasar di batu ini, yang ketiga belum tau. Semoga saja tidak ada.”

“Salahmu sendiri kenapa kau kecil sekali tadi?”

“Sudah kubilang terserah aku, lagi pula kau kenapa bersembunyi di semak? seperti penyusup.”

Hyunjin terdiam kikuk, ia kira peri di depannya ini tidak tau menau tentang gerak geriknya sejak tadi.

“Ah sudahlah tidak apa, aku tau aku mengagumkan, bukankah begitu? hahaha” ledek Seungmin.

Hyunjin yang tengah melamun akhirnya mengangguk pelan, setelah kembali dari lamunannya ia menggeleng ribut, “Iya, ah tidak! kau jelek! kau menyebalkan.”

“Penglihatanmu ini bermasalah atau apa? tidak lihatkah aku seindah ini?!”

Dalam hatinya, Hyunjin ingin mencubit pipi peri tersebut karena terlewat gemas.

“Terserah kau, omong-omong namamu siapa?”

“Aku? aku Kim Seungmin, adiknya Felix! kau siapa?”

“Ohh aku, Hwang Hyunjin dari kerajaan sebelah barat.”

Mereka berempat pun berbicara panjang lebar sampai hari menjelang gelap. Akhirnya pangeran kakak beradik itu lah yang meminta izin untuk pamit terlebih dahulu.

“Felix, Seungmin, aku dan adikku harus pulang karena hari mulai gelap. Senang mengenal kalian.”

Duo peri itu mengangguk semangat, “Akupun senang mengenal kalian, datanglah kesini saat jadwalku dan adikku yang berjaga”

“Ohh tentu, pada hari apa saja?”

“Hari rabu dan sabtu.”

“Baiklah, kami pergi dulu.”

“Hey seungmin! obati kakimu ya? Saat kita bertemu nanti, kakimu sudah harus membaik!” Ucap Hyunjin yang perlahan menjauh dengan kudanya.


( pertemuan ketiga )

Pada pertemuan selanjutnya,

“Hai felix!“sapa Changbin.

“Halo, bin! senang bertemu denganmu lagi. Kau sudah makan?”

“Sudah, tadi pagi mungkin?”

“Begitu rupanya.. aku membuat kue wortel! apa kau suka wortel? atau bahkan sebaliknya?”

“Tentu aku suka, aku bukanlah orang yang pilih pilih makanan seperti adikku.”

“Kak! aku dengar semuanya dari sini kalau kau lupa!” timpal Hyunjin.

ketiganya hanya terkekeh,

“Kemari, cobalah. Makan ini sambil berbincang.”

Changbin mengambil sepotong kue dan memakannya, dilanjut dengan Felix yang melakukan hal serupa.

“Fel, katamu waktu itu- tidak sembarang orang yang bisa masuk kesini? yang artinya hanya bangsa kerajaanku yang bisa, benarkah?”

“Mhm, benar, lalu?”

“Tapi aku bingung, jika bangsaku bisa masuk kesini, kenapa masih dibatasi aksesnya? maksudku kenapa tidak bisa setiap saat?”

“Kata ibuku, kerajaanmu dan kerajaanku membuat kesepakatan dengan ayahku, lalu..ahh aku tidak tau secara rinci apa isinya. Tapi tenang, aku diberitahu teman ibuku bahwa ada satu buku di kerajaanmu yang isinya sejarah masa lalu bangsamu dan bangsaku pada masanya.”

“Dimana letaknya? dan... ayahmu?”

“Ada di ruang buku kerajaanmu, kalau tidak salah bukunya berwarna keemasan dan di depannya terdapat permata berwarna merah. Itu hanya bisa dibuka oleh keturunan langsung dari kerajaanmu dan keturunan langsung dari kerajaanku.” jelas Felix

“Maksudmu, aku bisa membukanya?”

Felix mengangguk, “Benar. Kau, Hyunjin, Aku, maupun Seungmin bisa membukanya. Tapi entah kenapa hanya ada satu, bukankah tidak adil? aku bisa saja membacanya, tapi aku ingat tentang perjanjian itu.”

“Ahhh begitukah? kalau begitu aku akan membacanya dan akan kuceritakan padamu nanti.”

“Tentu, kau harus ceritakan semuanya. Dan tentang ayahku... iya, seperti yang kau pikirkan, ayahku itu telah hidup sangat lama. Sampai sampai bisa mengenal leluhur kalian, tapi sayangnya ia sudah tiada. Jika kau ingin tau penyebabnya, semua ada dalam buku itu, lengkap.”

“Maaf, aku tidak bermaksud...”

“Tidak apa.. aku tau.”

*

“Seungmin, kau tau sesuatu?”

“Tentang?”

“Aku. Aku bisa melukis.”

Ahh itu... aku tau. Kau pernah melukis sayapku bukan?”

“Kau tau?” Hyunjin terkejut.

“Kau meletakkan lukisanmu dekat kuda waktu itu, dan aku melihatnya.”

“Kau keberatan jika itu kusimpan?”

“Keberatan!”

“Apa yang harus kulakukan? membawanya lagi kesini dan menyerahkan padamu?”

“Terlalu rumit, ajari aku melukis saja, itu cukup.”

“Baiklah, ayo, bantu aku menyiapkan alatnya.”

Sembari menyiapkan alat melukis, Hyunjin bertanya, “Seungmin, kenapa kau mau berteman denganku?”

“Kalau tidak menjadi teman, memangnya apalagi? menjadi sepasang kekasih?” jawab Seungmin santai

“Ide yang bagus, tapi rasanya kau belum menyukaiku.”

“Ya.. memang, tolong tunggu aku hahaha”

“Tenang saja. Kembali ke topik.. maksudku, kenapa kau tidak takut padaku? biasanya manusia enggan langsung memilih berteman dengan manusia lain yang baru ditemuinya.. ya, kau tau kan? takut nanti orang itu adalah orang jahat.”

“Oooo, aku paham. Biar kujawab, pertama, aku bukan manusia. Kedua, kakakku itu bisa melihat apakah seseorang itu benar benar baik atau jahat.”

“Benarkah?! pantas saja kau terlihat santai saat bertemu denganku dan kakakku.”

“Kalaupun jahat, aku tinggal mengecil lalu terbang.”

“Semudah itu ya? aku iri.”

“Tidak, tidak semudah itu. Aku ini bangsa peri yang tidak ditakdirkan menyakiti manusia atau makhluk lain, sekalipun untuk menjaga diri. Justru aku iri pada manusia yang bisa menggunakan kekuatannya, setidaknya untuk jaga jaga kalau sedang terancam.”

“Begitukah? jika bangsamu tidak bisa menyakiti, pasti ada bangsa lain yang ditakdirkan bisa menyakiti atau apapun itu... kau bisa minta bantuan padanya bukan?”

“Iya, itu hukum alam. Jika ada yang jahat, pasti ada yang baik. Jika ada yang memulihkan, pasti ada yang menghancurkan... dan sebagainya. Tapi sayang sekali, walaupun kami sama sama bangsa peri, kami tidak diperbolehkan ikut campur urusan masing masing bangsa. Bisa dibilang kami bertahan dan menggunakan apa adanya yang ditakdirkan untuk kami. Seperti bangsaku yang hanya bisa memulihkan, maka jika ada yang berbuat jahat- kami tidak bisa membalasnya, kami hanya bisa menghindari sumber bahaya tersebut dan nanti jika ada yang terluka karenanya, kami hanya bisa memulihkan. Entah fisik, kekuatan, maupun lainnya.”

“Kenapa seperti itu ya? kenapa kalian tidak diperbolehkan membantu satu sama lain? dan apa yang terjadi dengan bangsamu yang satunya?”

“Entah, akupun tak tau, tanya saja pada dewa. Bangsaku yang satunya? seperti kataku tadi, mereka bisa menghancurkan tapi tidak bisa memulihkan. Jadi jika terjadi pertikaian, mereka bisa melawan tapi tidak bisa memulihkan. Alhasil banyak dari mereka mati terluka, beda dengan bangsaku yang dapat bertahan hidup sangat lama.”

“Berapa lama?”

“Ratusan tahun, dan kau tau? ayahku itu mengenal leluhurmu, asal kau tau.” Seungmin menyombongkan dirinya.

“Astaga yang benar saja? aku bahkan belum pernah bertemu kakekku. Jika kalian bisa hidup selama itu, apa artinya kau juga sudah hidup sejak lama?”

“Enak saja, aku ini betulan masih muda, Hyunjin.”

“Hahaha bercanda, aku tau itu.”

Tidak terasa mereka mengonrol cukup lama sampai lukisan itu selesai.

“Ahh selesai, sini biar kubawa lukisanmu..” Ucap Seungmin.

“Ini lukisan kita, bawalah, simpan baik baik. Aku pulang dulu ya? sampai jumpa- Kak, tunggu aku!!”

“Sampai jumpa, hati hati dijalan.”


Sesampainya di istana, Changbin memberi tau Hyunjin apa yang dia bicarakan dengan Felix tadi dan mengajaknya ke ruang buku untuk mencari buku yang dimaksud.

Setelah lumayan lama mencari, mereka akhirnya menemukan buku itu. Di usapnya permata merah tersebut- buku itu terbuka dengan sendirinya. Merekapun mulai membaca buku itu dengan teliti.

”... Raja Seo II berkhianat kepada bangsa peri pada masa Raja Lee dan melanggar janji yang dibuat sejak awal. Sejak itu masing-masing pihak menjaga jarak satu sama lain. ​Sepeninggal Raja Seo II, tahta digantikan oleh Raja Seo III dan seterusnya. Sampai akhirnya Raja Seo X yang menjadi keturunan terakhir dinasti Seo dan memiliki seorang Putra Mahkota bernama Seo Changbin. Pada masa pemerintahan Raja Seo X, Ia memutus semua hubungan tidak baik pada bangsa peri dan memilih untuk berdamai. Bangsa peri menerima ajakan perdamaian tersebut, tetapi bangsa peri mengajukan syarat untuk tetap menjaga jarak karena ditakutkan hal yang sama akan terjadi kemudian hari, sebagai gantinya ia tidak akan menutup akses dari dunia manusia ke dunia peri dan sebaliknya. Tidak lama setelah perdamaian berlangsung, Raja Seo X meninggal dunia. Kemudian, permaisuri alias istri dari Raja Seo X dinikahi oleh Raja Hwang dari kerajaan Timur dan melahirkan anak laki-laki bernama Hwang Hyunjin...”

Setelah membaca kutipan dari buku mereka beralih menjadi saling tatap, “Itu sebabnya kak, marga kita berbeda..”

“Bodoh kau, bukankah waktu itu sudah diberi tahu bahwa kau dan aku tidak berasal dari satu ayah?”

“Yang benar? aku tak ingat”

“Apa yang kau ingat Hwang Hyunjin, yang terpenting bukan itu..”

“Kak, berarti yang membunuh ayah mereka.. leluhur kita?”

“Tidak, itu leluhurku, jangan campuri dirimu dalam masalah ini, leluhurku yang jahat. Ayahmu dan leluhurnya tidak sejahat itu.”

“Yaa... semoga saja.”

Setelah membaca keseluruhan kisah itu Changbin memutuskan untuk menemui Felix, tanpa ditemani Hyunjin maupun Seungmin.

“Hai bin, kenapa raut wajahmu seperti itu? ada sesuatu kah?”

“A-aku sudah baca.. maaf.”

“Baca apa? —”

“Ohh, tidak Changbin, itu bukan salahmu. Anggap saja ini takdir, lagipula itu sudah terjadi, tidak perlu disesali.” sambung Felix.

“Tetap saja.. kenapa kau tidak membenciku? aku keturunan langsung dari orang yang membunuh ayahmu, fel.”

“Untuk apa aku membencimu? yang membunuh ayahku kan bukan kau, lagipula membencimu tidak akan membuat ayahku kembali, kan? jadi ayolah berbicara seperti biasa, jangan ada rasa canggung lagi.”

Changbin tersenyum, “Terimakasih fel”


Mereka kira, kejadian puluhan tahun lalu sudah mereda dan tidak ada salahnya untuk pergi ke perbatasan, toh kami hanya bermain. Pikirnya.

Ternyata tidak, Raja Hwang tidak menyukai kedua anaknya berteman dengan para peri itu. Setelah dicari tau ayahnya ternyata berencana melakukan hal yang sama seperti Raja Seo II dahulu.

Raja Hwang memperingatkan anak anaknya untuk menjauhi mereka, namun kedua anaknya keras kepala dan tidak mau patuh.

Disisi lain, ibu dari Felix dan Seungmin juga memperingatkan mereka, “Nak, sudahi semuanya.”

“Sudahi apa bu?” Tanya felix bingung.

“Sudahi menemui dua pangeran itu, ibu takut. Memang benar kita sudah berdamai, namun kita tidak tau apa yang akan terjadi selanjutnya.”

“Dua pangeran itu anak yang baik, ibu..” Kata Seungmin lemas.

“Ibu tau, kakakmu pun tau, tapi ancaman bisa datang dari mana saja. Bukan dari mereka, namun dari sekitar mereka, itu yang ibu takutkan.”

Namun kedua pihak– baik dari peri bersaudara maupun pangeran bersaudara enggan untuk patuh.

Mendengar hal itu, Raja Hwang geram karena semua cara sudah ia lakukan, mulai dari mengurung dua putranya, menjadikannya seperti tahanan, dan sebagainya.

Karena sudah tidak ada cara lain, Raja Hwang akhirnya memutuskan untuk membunuh dua peri kakak beradik itu terlebih dahulu, lalu melanggar perjanjian perdamaian yang dibuat oleh Raja Seo X.

Pangeran bersaudara itu belum tau rencana ayahnya yang selanjutnya, mereka pikir ayahnya sudah menyerah untuk mereka yang keras kepala. Alhasil mereka masih bertemu seperti tidak ada apa apa.


Dihari Sabtu, mereka saling bertemu untuk menyatakan perasaannya.

Dimulai dari Changbin, “Hai felix, bagaimana kabarmu? kuharap baik.”

“Aku baik baik saja, bin. Bagaimana denganmu?”

“Senang mendengarnya. Selama kau baik baik saja, maka aku juga.”

“Kau ini!” Pipi Felix memerah

“Hahaha tapi aku serius fel,”

“Maksudmu?”

“Aku menyukaimu, eum.. ahh tidak maksudku.. aku mencintaimu, sangat.”

“Bin, kau mengigau? atau aku yang bermimpi?”

“Tidak, ini nyata. Katakan padaku bagaimana perasaanmu terhadapku?”

“Changbin, kau ini! tolong sabar sedikit, tidakkah kau dengar jantungku berdetak tidak karuan, lihatlah pipiku yang memerah, apakah itu tidak cukup jelas?”

“M-maksudmu?”

“Ya.. aku mencintaimu juga, bin.”

Changbin tidak percaya, ia terlewat bahagia, ia bawa Felix ke pelukannya lalu mengangkat tubuh felix seperti bayi dan berteriak,

“Hey semesta! lihat! aku memenangkan hati seorang peri cantik! kau pasti iri, kan? namanya Felix, punya Changbin seorang!”

“Bin... aku senang bertemu denganmu, sangat senang.”

“Akupun begitu fel, aku janji tidak akan ada yang dapat memisahkan kita. Kau percaya, kan?”

Felix mengangguk, “Tentu saja, kau selalu dapat menepati janjimu sebelumnya. Maka dari itu aku rasa aku bisa mempercayakan ini padamu.”

“Oh ya, aku membawa ini untukmu,” Changbin menyerahkan sebuah kalung indah berhiaskan berlian.

“Astaga, ini cantik bin, tapi ini terlalu berkilau. Takut tidak cocok kalau kupakai.”

“Coba saja dulu, kau itu cantik, cocok memakai apa saja.” Kata Changbin sambil mengaitkan kalung ke leher Felix.

“C?” Felix membaca tulisan di liontin tersebut.

“Hahaha kau keberatan jika ada inisial ku disana? aku hanya ingin kau mengingatku seterusnya.”

“Tidak, aku tidak keberatan sama sekali. Bin, bin.. kau ini seperti mau pergi jauh saja.”

“Tentu tidak akan, mana bisa aku jauh jauh darimu?”


Di tempat lain yang tak jauh dari tempat Changbin dan Felix, terdapat Seungmin dan Hyunjin.

“Hey Seungmin, kau makin hari makin cantik, sayapmu pun masih berkilau seperti kristal.”

“Mulutmu itu rasanya mau aku ikat dengan kain,”

“Tapi aku serius, kau cantik.”

“Aku tau itu,”

Hening melanda diantara mereka,

“Hyunjin, jika katamu barusan aku cantik, tidakkah bisa saja kau menyukaiku?”

Hati Hyunjin berdebar-debar, harusnya ialah yang menggoda Seungmin. Tapi kenapa sebaliknya?

“Memang. aku memang menyukaimu, sejak awal, sejak sayapmu dijatuhi ulat berwarna hijau hahaha.”

“Benarkah? jadi... jadi aku tidak hanya mencintai sepihak?”

“Apa katamu barusan? sepihak? kau..”

“Benar, aku menyukaimu. Maaf karena aku tidak menyukaimu dari awal kita bertemu, sepertimu. Habisnya, kau sangat menyebalkan hari itu.”

“Aku ingin marah, tapi mana bisa aku marah dengan makhluk cantik sepertimu. Dan kalau bukan sejak pertama, sejak kapan?”

“Sejak pertemuan ketiga, kalau tidak salah. Saat kau mengajariku melukis!”

Bibir hyunjin hanya membulat, “Oh ya, omong-omong apa kau mau lihat lukisan ku? memang belum seindah lukisanmu, tapi ini masih enak dipandang kok!”

“Sekalipun abstrak juga tidak masalah sebenarnya, aku menyukai apapun tentangmu. Tapi, kau tidak membawa apapun, ohh atau mungkin kau akan membawanya dipertemuan selanjutnya?”

“Tidak, mari kuperlihatkan sesuatu.”

Seungmin menjentikkan jarinya untuk memanggil tongkat nya, ia memutar spiral tingkat itu— kemudian muncul lah kanvas berlukiskan Dirinya sendiri dan juga Hyunjin.

“Wow, kau.. kau bisa melakukan itu?”

“Tentu saja. Bagaimana dengan lukisanku?”

“Ini bagus untuk seorang pemula! kau cukup berbakat rupanya, bolehkah aku membawa pulang ini?”

“Jangan, itu masih jelek untuk di jadikan hiasan dinding.”

“Ayolah, hanya akan ku letakkan dikamarku, bukan di aula kerajaan. Akan ku letakkan pada dinding yang menghadap ke ranjangku, agar saat aku tidur aku dapat memandanginya.”

“Kau ini... nanti matamu sakit.”

“Kim seungmin, aku ini hanya melihat lukisan, bukan gerhana matahari dengan mata telanjang.”

“Baiklah baiklah, terserah kau saja.”


Setelah masing masing mereka berbicara empat mata, mereka berempat berkumpul dibawah sinar bulan.

“Bin.. jika saja aku ditakdirkan menjadi manusia seperti mu, akankah kita bertemu seperti ini?” Tanya Felix.

“Harus bertemu, biar aku yang mencarimu.”

“Kak, akupun akan melakukan hal yang sama hahaha” sahut Hyunjin.

“Jin.. sepertinya kalau aku dan felix ditakdirkan menjadi manusia, takdir kita tidak akan sesulit ini kan? maksudku.. kita tidak harus bertemu secara diam diam dan tidak ada yang menentang hubungan kita.”

“Tidak akan ada yang dapat menentang hubungan aku, kamu, Felix, maupun Changbin.”

“Semoga saja..”

Tidak lama setelah itu mereka pulang kerumah masing-masing.


Saat Changbin sedang keliling istana untuk mencari Hyunjin untuk berlatih pedang, ia mendengar suara ayahnya yang sedang marah dari dalam ruangan.

Mendengar itu, tadinya Changbin mau menenangkan ayahnya, tapi setelah ia mengintip— ternyata disana ayahnya tidak sendirian, melainkan bersama beberapa pengawal kepercayaannya.

Saat ingin beranjak, Changbin mendengar ayahnya menyebutkan nama Felix dan Seungmin. Awalnya Changbin kira ayahnya akan menyetujui hubungan mereka nantinya. Namun setelah mendengarkan semuanya, Changbin ketakutan dan marah.

Ia pergi keluar istana untuk menemui peri bersaudara itu tanpa Hyunjin disampingnya. Changbin berjaga jaga disekitar tempat biasa anak dari dua bangsa itu bertemu.

Mengingat hari ini adalah hari rabu, seharusnya mereka bertemu nanti sore. Sesampainya disana, Changbin tidak melihat ada siapapun, pikirannya mulai kacau. Tapi ia bersabar dan menunggu.

Di istana, Hyunjin kebingungan mencari dimana Changbin berada. Hyunjin pun bertanya pada prajurit yang berjaga dan prajurit itu mengatakan bahwa Changbin pergi keluar dengan menunggangi kuda.

Tanpa pikir lama Hyunjin menyusul Changbin, ia tau kemana arah yang ingin Changbin datangi. Sepanjang jalan ia terus mengeluh tentang Changbin.

Tak lama kemudian, yang Changbin tunggu datang. Changbin belum terlambat, ia segera berlari dengan niat memberitahu Felix tentang rencana ayahnya.

Namun sayang, saat Changbin berlari ke arah Felix, disitu pula pengawal ayahnya sudah siap siaga dengan senjata.

“Changbin! kenapa kau datang lebih awal? apakah nanti kau ada acara? kemari—”

Para pengawal itu salah sasaran karena posisi tubuh Changbin menghalangi target awal, yaitu Felix.

Anak panah itu melesat dengan sangat cepat menuju dada kiri Changbin.

Felix hancur, Changbinnya terkapar lemah di hamparan rumput yang warnanya menjadi merah karena darah.

“Changbin!”

“Bin, kamu.. kamu kenapa kemari?”

“A-ayahku berencana membunuhmu dan adikmu, mana bisa aku diam saja..”

“Tapi tidak dengan mengorbankan tubuhmu, Changbin!”

“Tenanglah fel, sejak awal aku sudah bilang— aku akan baik baik saja kalau kau juga baik.”

“Tapi nyatanya kau sedang tidak baik baik saja, bin! ayo kubantu kau bangun, aku antar kau ke tempat orang yang bisa mengobati i—”

“Fel, dengar. Kau harus hidup sebaik mungkin, ya? jaga adikmu setelah ini, kemudian berbahagialah kedepannya.”

“Apa yang kau bicarakan bin? apa maksudmu?”

Changbin tersenyum, “Kalau boleh jujur, ini sakit fel. Tapi tak apa, sebentar lagi akan hilang sakitnya.”

“Tidak akan hilang kalau tidak diobati, bin! berhenti keras kepala, lepaskan tanganku, biarkan aku membawamu pergi.”

“Ahhh, fel.. tidak... aku tidak bisa bertahan lebih lama. Jadi, sampai jumpa dikehidupan selanjutnya ya?”

“Changbin!”

Felix mengguncangkan tubuh Changbin, namun nihil, Changbin tidak merespon.

Deru nafasnya hilang, Detak jantungnya berhenti, Changbinnya telah pergi.

“Binnnn! kau tidak bisa seperti ini, bagaimana bisa aku bahagia tanpamu.. bin, bangunlah kumohon!”

Hyunjin yang baru sampai pun mendengar suara isak tangis, ia mencari sumber suara itu. Ia mulai terkejut dengan apa yang dilihatnya,

“Kak Changbin! kak, kau kenapa kak? bangunlah”

“Felix, ada apa ini? — kak kau dengar aku kan? berhenti bercanda dan buka matamu!”

Mata Hyunjin beralih pada anak panah yang menancap pada dada Changbin. Terdapat ukiran khas kerajaannya, “Maksudnya apa ini? kenapa panah kerajaanku yang menancap disini?”

“Hyunjin, ayahmu itu jahat—”

Felix menjelaskan pada Hyunjin sambil terisak.

“Dasar iblis!”

“Felix kumohon pergilah cari Seungmin, bawa dia ketempat yang aman. Kak Changbin akan kubawa ke istana.”

Sebelum Felix beranjak, ia sempatkan diri untuk mengusap wajah Changbin. Ia kecup dahi nya, “Bin, kutunggu kau dikehidupan selanjutnya, aku mencintaimu.”

Felix mencari Seungmin, sedangkan Hyunjin kembali ke istana sambil membawa jasad kakaknya.

Ia mendobrak aula istana, tempat ayahnya duduk bersantai.

“Ayah! maksudmu apa? lihat kakakku! kenapa kau bunuh dia? kau iblis! sungguh, kau bukan manusia, kau bukan ayahku.”

Ayahnya terkejut karena jasad putranya lah yang berada di depan matanya bukan jasad target utamanya.

“Nak.. Changbin..”

“Jangan panggil dia sebagai anakmu, ayah mana apa yang ingin menghancurkan kebahagiaan anaknya? ayah macam apa yang membunuh anaknya?”

“Kau jangan kurang ajar Hwang Hyunjin! pergi ke kamarmu! biarkan ayah yang mengurus jasad kakakmu.”

“Jangan berani beraninya kau sentuh jasad kakakku! kau tau? kakakku itu menaruh kepercayaan penuh padamu! ia selalu bilang bahwa kau tidak jahat, kau tidak seperti leluhurnya dulu, tapi nyatanya? kau tidak lebih dari seorang iblis!”

“Hwang Hyunjin! — pengawal, cari adik dari peri itu, bunuh dia, cepat!”

Bukannya tersadar, ayahnya justru makin menjadi jadi, akhirnya Hyunjin bawa jasad kakaknya pada pengasuh yang ia percaya dan pergi mencari Seungmin. Untungnya ia lolos dari para pengawal itu.

“Seungmin! Seungmin! dimana kau?!”

Ia berkeliling disemua tempat, namun lagi lagi tidak membuahkan hasil.

Sampai akhirnya ia lihat sosok yang dicari dipinggir sungai, “Seungmin! awas!”

Hyunjin terlambat, anak panah sudah terlanjur bersarang di dada sang kekasih.

“Kim Seungmin! bangun! bertahanlah sebentar, aku akan membawa kau ke tempat orang yang mengobati ku dulu, aku janji ini akan cepat.”

“Sstt.. Hyunjin,” Seungmin menggenggam tangan Hyunjin.

“Sudah sudah, tak ada gunanya. Ini sudah tak tertolong—”

“Jaga bicaramu!”

“Disini saja, tetaplah bersamaku.. temani aku sampai aku pergi, ya?”

“Bicaramu itu lain kali harus kuberi pelajaran. Ayolah kumohon, kau tidak boleh meninggalkanku.”

“Ini terlalu sakit, Hyunjin.. tenang saja aku tidak apa.”

“Tidak apa apa bagaimana? kau menyuruhku tenang?”

“Dengar ini, aku tidak menyesal mati untukmu, aku senang kau bisa menemaniku pada akhir hidupku. Itu sudah lebih dari cukup. Terimakasih untuk semuanya,”

Hyunjin mengusap wajahnya gusar, “Seungmin, adakah cara lain? ayo beritahu aku, biar kuusahakan.”

“Hyunjin, jangan pernah salahkan dirimu sendiri atas semua ini, ya? dan berjanjilah bahwa kau akan menemuiku pada kehidupan selanjutnya. Mintalah pada dewa untuk menjadikan reinkarnasi ku sebagai manusia, agar nanti tidak akan ada yang memisahkan kita lagi... a-aku...”

“Seungmin kau bohong, kau tidak benar benar meninggalkanku kan? kenapa semua orang menentang ini? apa yang salah dengan jatuh cinta?” Hyunjin berteriak teriak seperti orang tidak waras.

“Mereka jahat.. kenapa semua orang meninggalkanku.. Kak Changbin... Seungmin..”

Dari jauh, Felix memperhatikan peristiwa yang sama seperti yang terjadi pada kekasihnya tadi.

Bahkan haripun belum berganti, mereka sudah kehilangan dua orang yang dikasihinya.

Ibu Seungmin yang mengetahui anaknya telah pergi pun mengutuk seluruh warga dikerajaan Barat agar kehilangan orang yang mereka cintai dan menunggu cintanya sampai kehidupan berikutnya dengan rasa bersalah yang menghantui.

Tak terkecuali Hyunjin yang juga mendapat kutukan itu.

• Ephemeral ; narasi satu

tags!

tw cw // harsh word , cigarettes , rokok , mention of bullying


Setelah menerima rekomendasi tempat dari sahabatnya, jisung. Seungmin pun bergegas pergi mencari rooftop yang— padahal ia tidak tau dimana letaknya berada.

'Rooftop kan diatas... hngg iya seung lo tau kalo rooftop diatas, tapi tangga masuknya ada dimana anjir.'

Seungmin berbicara pelan pada dirinya sendiri sambil menyusuri koridor ditambah dengan membawa sekotak dimsum di tangannya.

Sampailah ia didepan anak tangga yang bertuliskan 'Rooftop' disetiap lantainya.

Setelah dirasa yakin bahwa itu adalah jalan menuju tempat yang ia cari, ia segera menaiki anak tangga tersebut. Dan benar saja— sampailah ia di sana.

Seungmin tidak berekspektasi terlalu tinggi mengenai keadaan rooftop di sekolah barunya itu, apalagi sampai membayangkannya seperti pada film ataupun drakor yang ia tonton selama ini.

Tapi setidaknya disana cukup bersih walaupun agak berantakan dikarenakan bangku dan meja sekolah yang sebagian sudah tidak tersusun.

'Nah nyampe juga, tapi view nya lumayan dari sini. Bagus, bisa sambil liat gedung sama kendaraan.. itung itung biar ngga bosen bosen amat lah ya.'

'Tapi kok bau rokok ya? tapi sepi, setan? ga mungkin lah gila masih pagi juga. Apa ada orang buang rokok tapi belum dimatiin? ah bodo lah gue laper mau makan.' Lagi lagi seungmin berbicara dengan dirinya sendiri.

Lalu Seungmin mengambil salah satu bangku yang letaknya agak tinggi— oh ya dan jangan lupakan kalau bangku tersebut terbuat dari kayu yang agak berat.

'Setan mana sih yang ngerokok? baunya makin kecium gini.. e-eh berat banget anjing— yah.. aduhh'

brugg

“Ahh anjing, siapa si? sakit tau”

“ASTAGA”

Seungmin terkejut mendapati sesosok laki-laki seusianya yang memakai headphone dengan rokok di sela jarinya.

“Aduh aduh maaf banget maaf gue ngga tau kalo ada lo disitu.” Kata seungmin sambil menggeser bangku yang terjatuh akibat ulahnya barusan.

“sshhh arghh sakit bangsat.”

“Ahh gimana ya? ayo ke uks aja mau ngga? gue bantu jalan sini.”

“Gausah.” Ucap Hyunjin dengan ketus

Kemudian Hyunjin berdiri sambil memegang pundaknya yang sakit— atau mungkin sudah memar lalu berjalan ke pinggir rooftop dan menghiraukan seungmin.

Dihisapnya rokok tersebut beberapa kali sebelum akhirnya ia menjatuhkannya lalu menginjaknya dengan sepatu.

Hyunjin tau bahwa pria yang tidak ia kenal itu masih setia berdiri dibelakangnya sambil menundukkan kepalanya.

“Terus lu ngapain masih disini?” Tanya Hyunjin.

Seungmin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dan mengatakan “G-gue gaenak sama lo, pasti sakit ya? gue minta maaf sekali lagi, gue harus apa?”

“Ya sakitlah, pake nanya lagi. Gausah ngapa-ngapain, pergi aja sana ke kelas lo.”

Walaupun Hyunjin terbilang susah diatur, nakal, tukang ribut, dan sebagainya...— Ia tidak pernah memanfaatkan situasi seperti ini untuk memeras atau bahkan membully seseorang.

Seungmin tidak menjawab dan tiba-tiba

ting! suara notif dari handphone Seungmin.

Jisung

Seung, lu masih di rooftop kah? aduhh sorry gue ga bisa kesana, tapi kalo lu mau gue anterin ke kelas turun aja sini ke kantin.

'Huftt untung jisung ngechat' Batin Seungmin.

“Oke gue pergi, umm ini buat lo, anggep aja tanda maaf gue ya. Dan kalau lo butuh sesuatu ke kelas gue aja, gue di kelas 12 ipa 3. Tolong kalau ga mau dimakan, jangan dibuang ya, sayang-sayang. Kasih temen lo aja.” Kata Seungmin sambil meletakkan sekotak dimsum yang tadi ia beli dan kemudian berlari meninggalkan Hyunjin yang belum mengatakan sepatah kata pun.

Hyunjin menatap bingung pada pintu yang setengah terbuka karena ulah Seungmin.

“Gua kira dia adek kelas. Terus... 12? ipa? 3? sekelas sama gua dong? tapi gua ga pernah liat dia. Apa jangan jangan itu temennya jisung yang dibilang kemaren?”

Hyunjin mengedikkan bahunya lalu duduk untuk memakan dimsum yang Seungmin berikan.

• Ephemeral ; narasi satu

tags!

tw cw // harsh word , cigarettes , rokok , mention of bullying


Setelah menerima rekomendasi tempat dari sahabatnya, jisung. Seungmin pun bergegas pergi mencari rooftop yang— padahal ia tidak tau dimana letaknya berada.

'Rooftop kan diatas... hngg iya seung lo tau kalo rooftop diatas, tapi tangga masuknya ada dimana anjir.'

Seungmin berbicara pelan pada dirinya sendiri sambil menyusuri koridor ditambah dengan membawa sekotak dimsum di tangannya.

Sampailah ia didepan anak tangga yang bertuliskan 'Rooftop' disetiap lantainya.

Setelah dirasa yakin bahwa itu adalah jalan menuju tempat yang ia cari, ia segera menaiki anak tangga tersebut. Dan benar saja— sampailah ia di sana.

Seungmin tidak berekspektasi terlalu tinggi mengenai keadaan rooftop di sekolah barunya itu, apalagi sampai membayangkannya seperti pada film ataupun drakor yang ia tonton selama ini.

Tapi setidaknya disana cukup bersih walaupun agak berantakan dikarenakan bangku dan meja sekolah yang sebagian sudah tidak tersusun.

'Nah nyampe juga, tapi view nya lumayan dari sini. Bagus, bisa sambil liat gedung sama kendaraan.. itung itung biar ngga bosen bosen amat lah ya.'

'Tapi kok bau rokok ya? tapi sepi, setan? ga mungkin lah gila masih pagi juga. Apa ada orang buang rokok tapi belum dimatiin? ah bodo lah gue laper mau makan.' Lagi lagi seungmin berbicara dengan dirinya sendiri.

Lalu Seungmin mengambil salah satu bangku yang letaknya agak tinggi— oh ya dan jangan lupakan kalau bangku tersebut terbuat dari kayu yang agak berat.

'Setan mana sih yang ngerokok? baunya makin kecium gini.. e-eh berat banget anjing— yah.. aduhh'

brugg

“Ahh anjing, siapa si? sakit tau”

“ASTAGA”

Seungmin terkejut mendapati sesosok laki-laki seusianya yang memakai headphone dengan rokok di sela jarinya.

“Aduh aduh maaf banget maaf gue ngga tau kalo ada lo disitu.” Kata seungmin sambil menggeser bangku yang terjatuh akibat ulahnya barusan.

“sshhh arghh sakit bangsat.”

“Ahh gimana ya? ayo ke uks aja mau ngga? gue bantu jalan sini.”

“Gausah.” Ucap Hyunjin dengan ketus

Kemudian Hyunjin berdiri sambil memegang pundaknya yang sakit— atau mungkin sudah memar lalu berjalan ke pinggir rooftop dan menghiraukan seungmin.

Dihisapnya rokok tersebut beberapa kali sebelum akhirnya ia menjatuhkannya lalu menginjaknya dengan sepatu.

Hyunjin tau bahwa pria yang tidak ia kenal itu masih setia berdiri dibelakangnya sambil menundukkan kepalanya.

“Terus lu ngapain masih disini?” Tanya Hyunjin.

Seungmin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dan mengatakan “G-gue gaenak sama lo, pasti sakit ya? gue minta maaf sekali lagi, gue harus apa?”

“Ya sakitlah, pake nanya lagi. Gausah ngapa-ngapain, pergi aja sana ke kelas lo.”

Walaupun Hyunjin terbilang susah diatur, nakal, tukang ribut, dan sebagainya...— Ia tidak pernah memanfaatkan situasi seperti ini untuk memeras atau bahkan membully seseorang.

Seungmin tidak menjawab dan tiba-tiba

ting! suara notif dari handphone Seungmin.

Jisung

Seung, lu masih di rooftop kah? aduhh sorry gue ga bisa kesana, tapi kalo lu mau gue anterin ke kelas turun aja sini ke kantin.

'Huftt untung jisung ngechat' Batin Seungmin.

“Oke gue pergi, umm ini buat lo, anggep aja tanda maaf gue ya. Dan kalau lo butuh sesuatu ke kelas gue aja, gue di kelas 12 ipa 3. Tolong kalau ga mau dimakan, jangan dibuang ya, sayang-sayang. Kasih temen lo aja.” Kata Seungmin sambil meletakkan sekotak dimsum yang tadi ia beli dan kemudian berlari meninggalkan Hyunjin yang belum mengatakan sepatah kata pun.

Hyunjin menatap bingung pada pintu yang setengah terbuka karena ulah Seungmin.

“Gua kira dia adek kelas. Terus... 12? ipa? 3? sekelas sama gua dong? tapi gua ga pernah liat dia. Apa jangan jangan itu temennya jisung yang dibilang kemaren?”

Hyunjin mengedikkan bahunya lalu duduk untuk memakan dimsum yang Seungmin berikan.