Try (again)

cw // kissing lowercase ⊹ not-so-explicit, but still, minor dni.


seusai mengambil segelas air di dapur tentunya sastra langsung menyerahkannya pada nara.

“nih,” sastra menatap nara yang tengah tersenyum jahil, “apa? mau disuapin juga minumnya? yang ada aku guyur kamu.”

nara semakin terkekeh, “galak banget, kak sastra. hehehe makasihhh.” ketika sastra hendak berbalik— kembali ke kasur— tiba-tiba nara menahan tangannya.

“aku ga bisa belajar, pusing. tapi aku juga ga bisa tidur.” ucapnya.

“tiduran aja, ntar juga tidur sendiri. kamu ga belajar juga udah pinter, kok.”

“temenin bentar sini, aku lagi ngedit poster.” pinta nara yang dibalas anggukan. kemudian ketika sastra hendak mengambil bangku dari meja belajarnya sendiri, nara berucap, “aku ga nyuruh ambil bangku.” dengan nada yang tiba-tiba datar, dan suara yang sedikit serak.

“terus gimana? kamu pangku?” celetuk sastra asal.

“iya, sini.” nara menepuk pahanya, mengisyaratkan sastra untuk duduk.

sastra tidak ada pilihan lagi, tidak, sebetulnya ia tidak mau menolak. maka dari itu sastra naik ke pangkuan nara— menghadapnya.

sastra menyandarkan kepalanya pada pundak nara, memeluk nara, dan sesekali melayangkan ciuman singkat pada pipi nara.

“ka, kalo aku tidur, nanti gendong ke kasur, ya?”

“kamu minta gendong keliling kampus juga ayo.” timpal nara yang sedang sibuk— enta mengetik apa.

“aku serius ah,” rengek sastra.

nara tertawa kecil, “mana muka seriusnya? aku ga liat tuh,”

sastra enggan memalingkan pandangannya, ia tetap setia menatap punggung nara dari kaca di depannya.

tiba-tiba atmosfer di sekelilingnya menjadi dingin dan sunyi.

“sastra, liat aku.”

sastra menurut. dirinya menatap nara dengan wajah kebingungan serta bibir yang sedikit melengkung ke bawah.

nara tatap netra kekasihnya— terlihat sorot mata yang melunak. berbeda dengan nara. sorot matanya tajam dan mengintimidasi. hal itu cukup membuat sastra memilih untuk bungkam.

nara mengikis jarak wajah keduanya. perlahan-lahan bibir mereka bersentuhan. nara mencium sastra dengan mata terpejam, begitupun sastra. sastra jatuh ke dalam permainan nara. rasanya terlalu nikmat untuk ditolak— ciuman nara selalu memabukkan. bukan tipe yang terburu-buru dikejar nafsu, bukan. nara selalu melakukannya dengan lembut.

nara memutus ciumannya sejenak dan berbisik, “buka.” kemudian ia curi satu kecupan pada bilah delima kesukaannya itu.

dan benar saja, sastra langsung patuh.

ganti, sekarang sastra yang meraih bibir nara. berbeda dengan yang di awal— nara melumat bibir merah itu dengan nafas yang memburu dan mulai menuntut. jantung sastra berdegup kencang— mungkin nara mendengarnya. dirinya tak pandai mengimbangi permainan nara. ia cenderung menerima. namun kali ini sastra tak mau kalah, sastra juga membalas lumatan yang nara berikan.

tangan nara menjelajah ke dalam baju— mengusap punggung sastra— menahan pinggang ramping sastra. sampai membuat yang diberi sentuhan mengerang.

“ssshh hhh ra..”

sastra dapat merasakan nara yang tersenyum puas di sela-sela ciumannya. kemudian ciuman nara berpindah, ia mengecup setiap inci dari wajah sastra, yang kemudian berakhir pada perpotongan leher mulus lawan mainnya. bibir nara gencar menyusuri tiap jengkal leher kekasihnya.

benda lunak itu enggan berhenti, sampai terlihat tanda keunguan pada leher laki-laki di depannya. suara kecipak menggema di seluruh ruangan, lenguhan terdengar bersahut-sahutan.

“ngghhh raa... — ahh...”

nara melepas kembali ciumannya. ia menatap wajah sastra lamat-lamat, dilihatnya pipi yang merona kemerahan, mata yang sayu, juga bibir yang membengkak.

tangan nara kembali merengkuh sastra setelah sebelumnya menahan rahang yang lebih muda. sastra mengalungkan tangannya pada leher nara, dan kembali menyatukan bibir mereka.

tiba-tiba,

tok tok!

“sastraaa, bukain, ini bian!”