that call
cw // kiss
Saat pintu kembali dibuka oleh sang pemilik kamar, seketika raut kecewa menghiasi wajah Jisung. “Yah... kok ganti baju?” Ucapnya sambil memperjelas lekukan kerucut pada bibirnya.
“Ngga apa-apa, kalo dipikir-pikir agak over juga. Udah ah jangan nanya terus, ini mau masuk apa ngga?” Jelas Seungmin yang sepersekian detik kemudian membuat Jisung langsung melengang masuk.
Lagi-lagi mulut Jisung enggan terkatup, seakan takjub bahwa kekasihnya mempersiapkan semuanya sedemikian rupa. Kamarnya rapi dan wangi, bahkan rasa-rasanya tak ada jejak debu sedikitpun di seluruh penjuru ruangan. Tak lupa juga benda-benda khas band kesayangan kekasihnya itu turut menghiasi latar—yang Jisung duga akan menjadi background Seungmin saat melakukan fancall nantinya.
“Wah, gila... kamu dekor ini sendiri?”
“Sama siapa lagi emangnya?” Kata Seungmin sembari berkaca.
“Kok ngga minta bantuin aku juga?” Balasnya cepat sebelum melanjutkan room tour nya.
Seungmin betulkan sedikit riasan tipis pada wajahnya—masih enggan menjawab pertanyaan Jisung di seberang sana. Jisung yang tersadar bahwa tak ada jawaban dari Seungmin pun memulai protesnya, “eh jawab aku!”
Seungmin hela napasnya dan melirik ke arah kekasihnya lewat pantulan cermin, kemudian menggeleng sekilas.
“Ya soalnya kamu pasti misuh-misuh, terus ntar ada aja lah nanya, 'kamu lebih sayang aku apa dia? Kamu suka sama dia berapa persen? Kamu sayang aku ngga? Kamu ngga sayang aku ya?' Pasti begitu dah, kaya waktu itu aku nontonin live concert mereka.” Jelas Seungmin, meniru nada Jisung.
Alis Jisung seketika saja terpaut, hendak melihat Seungmin sebagai makhluk paling menyebalkan. Walaupun memang.
Namun, baru saja ia berpaling dari rak di depannya, tiba-tiba saja bola matanya membulat sempurna kala menangkap pantulan wajah Seungmin lewat cermin yang berada 1 meter di depannya.
Sepengetahuan Jisung, Seungmin bukanlah orang yang gemar berias diri sedemikian rupa. Jisung kira, Seungmin dengan rambut rapi tersisir, pakaian yang bersih nan licin dengan wangi semerbak yang menyertainya di setiap langkah merupakan tingkat maksimal Seungmin dalam berias.
Nyatanya itu bukan apa-apa.
Seungmin yang di depannya kini merupakan versi lain yang jarang tertangkap mata. Terakhir Jisung ingat, Seungmin berdandan seperti ini pada saat anniversary pertama mereka.
Di tengah lamunannya, Jisung tersadar oleh jentikan jari Seungmin di depan wajahnya. “Oi, diliatin mulu gua. Cakep, ya?” Ledek Seungmin sambil mengangkat kedua alisnya.
Andai saja tidak mustahil, mesti kedua bola mata Jisung sudah memancarkan kelip merah muda dengan bentuk hati untuk ekspresikan perasaannya.
“Ngga ah, b aja. Lagian lu dandan buat ketemu PACAR lu itu, bukan gua. Jadi tetep jelek.” Nada bicara Jisung seketika ketus. Namun hanya dibalas dengan tawa ringan oleh Seungmin.
Kekasih Seungmin itu tak berkata apapun lagi, melainkan hanya menghamburkan tubuhnya di kasur dan menenggelamkan wajahnya di sebuah bantal.
“Dih jelek banget lu, ngambekan.”
“Pengen banget diambelin kali,” kalimatnya masih terdengar kesal.
Seungmin pun mau tak mau ikut mendudukkan diri di kasurnya. Perlahan ia balik tubuh Jisung dan menoyornya tepat di dahi. “Ngga usah ngambek-ngambek lu, jelek banget, jelek.”
“Emang itu teleponannya ngga bisa diwakilin? Emang ngga bisa dijual aja hasil undiannya?”
“Gila aja lu diwakilin, orang gua yang pengen ketemu. Lagian ge ini hoki bro, ngga bisa kalo dijual tuh ngga bisa, ini hoki ga ada harga yang seimbang!!” Mendengarnya, Jisung kembali tertunduk lesu.
Seungmin acuh, ia pun berdiri dari duduknya. Namun tiba-tiba jisung berucap, “Tapi kalo aku liat juga boleh?” Sambil menatap punggung Seungmin penuh harap.
Seungmin hanya tersenyum kecil. Jawabannya masih tercekat di tenggorokan. Jemarinya meraih sebuah lipstik berwarna merah pekat yang ia beli via online kala itu. Sebenarnya, ini bukanlah kehendaknya untuk membeli lipstik berwarna merah menyala. Toh juga ia tidak akan memakainya.
Waktu itu ia membelinya untuk diberikan kepada Yunjin—temannya—sebagai kado ulang tahun. Sayangnya, warna yang datang tidak sesuai, dan Seungmin paham bahwa lipstik dengan warna menyala sama sekali bukanlah tipe Yunjin. Maka Seungmin putuskan untuk menyimpannya saja.
Namun siapa sangka, akan ada hari di mana Seungmin akan memakainya. Bukan untuk dipakai dalam fancall nya nanti, bukan untuk dipamerkan kepada orang lain pula.
Seungmin memoleskan lipstik yang bahkan ujungnya masih lancip itu ke bibirnya sembari tertawa kecil—sangat kecil hingga Jisung tak dapat mendengarnya.
Kemudian ia berjalan ke arah Jisung dengan cepat, hingga mata Jisung tak mampu menangkap apa yang ada di depannya beberapa detik lalu. Dengan cepat Seungmin tempelkan bibirnya pada dua titik di wajah kekasihnya—bibir dan pipinya.
“Boleh, tapi jangan berisik.” Bisik Seungmin. Lalu ia kembali ke depan cermin dan meraih dua helai tisu untuk menghapus lipstik yang menempel di bibirnya.
Jisung terperangah, matanya melotot kaget. Ia berlari ke samping Seungmin dan melihat dirinya di cermin. Dua buah cap bibir kini menempel sempurna di wajahnya.
Seungmin di sebelahnya masih cekikikan melihat Jisung yang bingung.
Masih dengan usahanya menghapus torehan merah di bibirnya, tiba-tiba Seungmin terperanjat kala Jisung meraih wajahnya dan menempelkan bibirnya dengan milik Seungmin.
“I love you. Aku ngga akan mandi dan cuci muka sampe besok, biar ngga ilang!!” Ucapnya semangat.
“Ish jorok lu.” Mendengarnya, Jisung hanya cengar-cengir dan menatap Seungmin dari samping.
“Mulainya kapan sih? Aku ngantuk,” tanyanya singkat sebelum akhirnya menguap, “apa aku bikin kopi aja, ya?”
“Bentar lagi sih, kalo mau bikin ya bikin, tidur ya tidur. Bebas.”
“Ngga! Mau liat aja. Aku mau bikin kopi dulu.” Kata Jisung sambil turun dari kasur dan berlari kecil ke dapur.
Sembari menunggu air mendidih, mata Jisung masih asyik melihat Seungmin dari kejauhan. Riasan tipis itu nampak sangat cocok dipadukan dengan paras Seungmin yang memang sudah rupawan.
Saat pikirannya tengah menyelam, tiba-tiba saja Seungmin berkata—sedikit berteriak, “Ji! Udah mau aku angkat, nih. Kalo mau liat ke sini aja, ya? Tapi jangan berisik.”
Jisung buru-buru mematikan kompor, mengambil gelas, dan lain sebagainya. Ia bahkan lupa untuk menyiapkan segalanya saking ia terlarut pada pemandangan di depannya tadi.
Satu sampai dua menit kemudian Jisung datang sambil membawa kopi dan senyum di wajahnya. Ia meletakkan kopi tak jauh dari tempat Seungmin duduk. Terheran karena melihat Seungmin tak berbicara apapun, Jisung pun bertanya, “Mana orangnya? Kok kamu ngomongnya berenti?”
“Udah selesai, Sayang. Kan cuma 1 sampai 2 menit aja.” Kata Seungmin sembari melihat tangkapan layar yang tadi ia ambil.
“HAAAAHHHHH?!”