— Let the rain be the reason.
lowercase
siang ini, selepas pulang sekolah— seungmin berencana mengunjungi perpustakaan sekaligus toko buku milik teman kakeknya tersebut. bukan sekedar ingin meminta saran, namun, ia merasa akhir-akhir ini jarang mengunjungi keduanya.
beruntung, cuaca siang ini tidak sepanas hari hari sebelumnya. seungmin memilih naik bus sampai ke toko kue langganannya, kemudian dilanjut dengan berjalan kaki ke tempat yang ia tuju.
cling
bunyi lonceng pintu toko kue terdengar nyaring.
di toko ini tidak hanya menjual berbagai macam kue, tapi juga ice cream dan beberapa camilan. namun, karena seungmin lebih sering membeli kue di sini, maka ia sebut toko ini sebagai toko kue saja.
sebelum membuat pesanan, tentunya seungmin akan melihat lihat apa yang ingin ia beli.
“misi, mba, ada kue yang less sugar ngga ya? tapi juga yang lembut gitu,” tanya seungmin kepada salah satu karyawan toko.
nampaknya, karyawan tersebut mengenali seungmin, “ah, seungmin? pasti mau beli buat oma, ya?”
seungmin kira, yang ia ajak bicara barusan bukanlah yang biasa membuat pesanannya, “eh iyaa, ini aku, mba nya masih inget aja hehehe— iya, ini buat oma sama opa, mereka suka makanan manis, mba. tapi, tau sendiri mereka ngga boleh terlalu banyak makan makanan manis.” jelas seungmin.
“iya sih bener, oh iya, kuenya ada kok. mau yang kaya gimana?”
“yang kaya biasa aja mba,”
karyawan tersebut berjalan ke arah belakang— mungkin untuk mengambil persediaan kue yang diminta seungmin.
“nah, ini kuenya— terus, mau yang mana lagi, nih?” tanya wanita tsb sambil menempatkan kue pada sebuah kotak.
“mmmm.. apa ya, ini aja deh mba, ice cream yang mint choco. sama macaroonnya juga, sekotak.”
“oke deh siap, sebentar ya!”
setelah beberapa saat, seungmin akhirnya mendapatkan pesanannya. setelah membayar— tak lupa berterimakasih, seungmin berjalan menuju perpustakaan.
di perjalanan, ia bertemu banyak kucing— namun, bukan itu poinnya. ketika ia melihat kucing kucing tersebut, ia teringat pada minho— juga rasa bersalahnya.
jarak dari toko kue menuju perpustakaan tidaklah terlalu jauh. jadi, sekarang seungmin sudah sampai.
ting!
suara khas pintu dibuka membuat sang pemilik lantas menoleh untuk memastikan siapa yang datang.
“halooo oma, opa!” sapa seungmin bersemangat.
“aduh nak, siang-siang gini kamu kesini apa ngga panas?” tanya opa khawatir.
“ngga kok, pa, di luar ngga terlalu panas. makanya seungmin kesini hehehe,” jawabnya.
seungmin memeluk opa kemudian mendudukkan dirinya di kursi dekat pintu, “oma kemana, pa?” tanya seungmin, karena sepertinya oma sedang tidak ada di dalam.
“oma-mu lagi ke seberang, beli koran,”
“orang disini aja banyak bacaan hahaha,” opa langsung mengangguk, tanda setuju, “iya, tadi opa bilang begitu, tapi yaudahlah. mungkin dia udah hafal buku buku di sini, plus isinya.”
tidak lama kemudian, yang dibicarakan pun datang dengan langkah pelan, “ohhh ada seungmin? udah lama, nak?”
“hehe belum kok, ma, barusan aja nyampe,” seungmin berjalan ke arah pintu untuk membawakan sesuatu yang dibawa oma— yang nyatanya bukan hanya koran, melainkan beberapa belanjaan.
“eh, oma lupa, nak... kemarin itu, temenmu yang kamu bawa, siapa namanya?” tanya oma penasaran
“ohhh, kak minho itu, ma. ada apa?”
“kemarin dia ke sini, agak murung gitu. tapi pas opa-mu tanya, katanya lagi capek sama cuma pengen baca buku aja.”
dalam hati, seungmin membatin, 'bukannya kak minho ngga suka baca buku? maksudnya, kalaupun cape, ya... gue pikir dia ke tempat yang dia suka, bukan ke sini, ke tempat penuh buku yang notabenenya dia gak suka.'
“gitu, ya, ma? — ma, pa, aku mau cerita, boleh?”
kemudian seungmin ceritakan apa yang menjadi pikirannya 2 hari belakangan, beserta kalimat yang di katakan kakaknya lewat chat, tentunya.
“kalau opa, setuju sama abangmu, nak. kalau memang begitu posisinya, kamu memang harus ngalah. mulai komunikasi, walaupun susah. coba saja kamu bayangkan, kalau saat kamu komunikasi saja kondisinya ngga terlalu baik, bagaimana kalau ngga komunikasi sama sekali?” tutur opa.
“iya, nak, betul itu. oma tau, mungkin kamu mau kasih waktu buat minho, cuma, bedakan mana kasih waktu, mana putus komunikasi.” imbuhnya.
seungmin menimpalinya dengan beberapa kalimat diselingi beberapa pertanyaan.
beberapa jam berlalu, waktu menunjukkan pukul 7 malam. merasa sudah mendapatkan jawaban, seungmin pamit pulang.
ia memilih berjalan kaki lagi, menuju halte tempatnya turun. di tengah perjalanan, ternyata turun hujan yang membuatnya mau tidak mau harus berteduh, karena, ia tidak membawa payung, jas hujan, atau benda semacamnya.
seungmin sadar, dirinya kini tengah berada di dekat kedai kopi tempat dirinya dan minho membeli kopi waktu itu. ia sangat ingin memesan secangkir kopi hangat di dalam sana, namun, rasa ingin itu tiba-tiba lenyap. mungkin seungmin merasa, kopi tersebut akan berkali-kali lipat lebih nikmat jika ia meminumnya bersama orang yang membawanya kemari.
tidak perlu ku sebutkan, ku rasa kalian paham siapa orangnya.
seungmin menunggu hujan mereda sambil membuka handphone-nya— menggulir layarnya ke kanan, ke kiri, ke atas, ke bawah, kemanapun itu asal dirinya tidak merasa bosan.
dari arah kanan, datang laki-laki yang memakai hoodie beserta tudung kepala, tak lupa masker untuk menutupi wajahnya.
kendati demikian, seungmin tidak sesulit itu untuk mengenali sosok yang mendekat ke arahnya. namun— seungmin takut dugaannya tak pasti, maka, ia hanya melihat ke arahnya.
kini, sosok tersebut berada tepat di depan seungmin— lalu, membuka tudung serta maskernya satu persatu.
“lain kali, kalo kemana-mana bawa payung.”
“kak inoooo!”
ahh sial, panggilan tersebut membuat minho melemah. kemudian, minho duduk di samping seungmin, “kakak sendiri, kesini ga bawa payung...” kata seungmin, mencoba memulai percakapan.
“ngga penting,” sahutnya minho singkat.
“kakak ngapain ke sini?”
“hujan, harusnya lu tau,”
“aku paham aja, kok. cuma ngga mau kepedean, kalau kakak ke sini mau jemput aku.” tukasnya.
minho terdiam,
“kak, ayo pulang,” pinta seungmin sambil menatap minho.
“masih hujan.”
“hujan hujanan aja...”
“ga usah ngaco, nanti lu sakit,”
“ngga bakal, kak. aku ga gampang sakit, aku suka hujan—” seungmin memotong kalimatnya sembari menggigit bibirnya, “oh iya, maaf, aku lupa kalo kakak juga bisa sakit. kita neduh dulu aja, ya?”
minho paham, saat ini ia sedang merajuk. juga, suasana hatinya belum sepenuhnya membaik sejak hari itu. tapi minho yakin, semuanya akan berangsur membaik seiring dirinya menggenggam tangan milik sosok di sampingnya kini.
maka, minho tautkan jemarinya dengan jari seungmin— mengeratkan genggamannya seraya menatap seungmin. mengisyaratkan bahwa dirinya tidak keberatan berada di bawah derasnya hujan, asalkan bersama seungmin—berdua—menggenggam satu sama lain.
seungmin mendongak sembari tersenyum, paham akan maksud minho. kemudian keduanya berlari kecil di tengah derasnya hujan.
malam itu, mereka biarkan hujan yang menjadi alasan bagi keduanya untuk memulai segala sesuatu yang baru.