— Kata Sekitar

lowercase


jam istirahat sudah berbunyi sekitar 5 menit yang lalu, sekarang, seungmin berada di dekat ruang sinematografi untuk menemui minho— sesuai kata seungmin kemarin.

tak butuh waktu lama, akhirnya minho datang. seungmin mengenalinya dari kejauhan— dalam hatinya, seungmin merasa sedikit canggung. karena, seungmin berpikiran bahwa minho tidak menyukainya. sedangkan minho justru dibuat pusing dengan perubahan seungmin seminggu belakangan.

tiba-tiba minho berada tepat di depan seungmin, “jangan bengong,” ujar minho sambil melambaikan tangannya.

seungmin tersadar dari lamunannya setelah mendengar suara minho, “eh? kak... sorry sorry, ini ya kuncinya, aku duluan.”

minho sudah menduga— bahwa seungmin benar-benar sedang menghindarinya.

“bentar,” ucapnya sambil menahan tudung kepala pada hoodie seungmin, “gua belum ngomong apa-apa.”

“mm... mau bilang makasih, kan? ya.. yaudah iya, sama-sama.”

“seungmin, lu ngehindarin gua?”

seungmin terdiam,

“jawab kalo emang gua salah sangka.”

“ngga, kak.” sangkal seungmin sambil menunduk.

“jangan bohong,”

“aku ngga ngehindar, kok. bukannya kakak, ya, yang ngga suka sama aku? setiap ketemu aku pasti selalu ketus. terus waktu itu, kenapa kakak nolong aku? kalo akhirnya bilang begitu. sebelumnya, aku ngga maksud bilang ini buat gimana-gimana— tapi jujur kak, kalo gamau nolong pun sebetulnya aku gapapa, aku masih bisa sendiri. kakak tau kan maksud aku?” jelas seungmin yang masih enggan menatap lawan bicaranya.

“sumpah, gua nolong lu beneran kemauan gua, seung. soal kata-kata gua yang kesannya kaya ngga ikhlas, atau bikin lu ngerasa kalo gua direpotin sama lu, itu ngga sengaja. maaf, gua ngga sadar karena bilang itu secara spontan.” jawab minho.

seungmin mengangguk, “okay,” kemudian berniat untuk berlalu. namun dicegah oleh minho, lagi.

“kenapa lagi, kak?” sambil mencoba melepas tangannya dari genggaman minho.

“gua minta maaf...”

“iya,”

“maaf seung, gua ngga mikir kalo kata-kata yang gua anggap biasa aja malah nyakitin orang lain,”

“iya, aku ngerti,”

“gua tau kalo lu masih marah atau semacamnya, but, please kalo udah mau ngobrol sama gua, lemme know, seung.”

“thanks kak, aku ke kelas dulu.” pamitnya.


di jalan menuju kelas, ia bertemu changbin. changbin yang melihat adiknya jalan terburu-buru pun berencana untuk menghentikan langkahnya.

sama seperti minho, tudung kepala hoodie-nya ditarik changbin, “jalan buru-buru amat, mau kemana lu?”

seungmin menoleh dengan wajah kesal yang dibuat-buat, “ish abang! lepas ah, mau ke kelas.”

“muka lu kenapa gitu si?”

“gapapa,”

“ngobrol dulu sini sama gua.”

“ngga liat jam ya lo? udah mau masuk nih.”

“guru-guru pada rapat, emang ngga liat grup kelas?”

seungmin menatap changbin dengan tatapan meragukan, “yaelah, cek coba kalo ngga percaya,” ucap changbin.

seungmin cek grup kelasnya, dan benar, ternyata ada rapat. otomatis setelah ini, ia freeclass.

“cerita, mau?” tanya changbin memastikan.

”...iya...”

mereka berjalan beriringan menuju gazebo di bawah pohon dekat lapangan.

“jadi, kenapa?”

maka seungmin ceritakan semuanya, mulai dari kejadian di ruang sinematografi sampai barusan.

“gitu, ya? — lu masih sering mikirin kata orang terlalu jauh, ya? — oke, gua ngga maksud unvalidasi perasaan lu, karena pasti kalo itu kejadian di gua juga, gua belum tentu ngerasain yang sama kaya lu. jadi, its okay, dek, kalo lu ngerasanya kaya gitu. fyi dek, minho orangnya emang ceplas ceplos, gua ngga membenarkan sifatnya yang begitu, tapi ini buat info aja. supaya kedepannya lu bisa atur mau bersikap gimana pas dia begitu lagi, gua ngga akan nyuruh lu buat bersikap A atau B ketika dia gitu ke lu hanya karena dia temen gua. terserah. tapi, ada baiknya kalo lu berdua sama-sama baikan dan ambil jalan keluar. walaupun keliatan sepele, tapi kalo sama-sama diem ngga ada yang gerak ngga bakalan selesai, dan justru kedepannya kalo ada masalah selalu dibesar-besarin karena urusan yang ini ngga diselesain.”

“tapi, bang, gue kan berhak marah...”

“iya, gua ngga bilang kalo lu ngga boleh marah tuh ngga. take ur time, mau baikan kapan itu terserah lu. ga mau baikan juga terserah, itu hak lu. tapi, minho kan udah effort tuh mau minta maaf dan jelasin alasanya. so, why not?” ujar changbin.

“ya, iya sih, tapi sementara ini jaga jarak dulu, gapapa kan bang?”

“up to you, gua cuma saranin doang, sisanya terserah— dah, ya, gua mau balik ke kelas dulu.”

“he'em, thanks bang,”


seungmin memutuskan untuk tetap di tempatnya, enggan beranjak, sambil memikirkan usulan dari changbin. selang 15 menit, ada telepon masuk— dari felix.

“halo, lix?” sapa seungmin untuk membuka percakapan.

seunggggg, gue mau ngomongin yang tadi, lo lagi freeclass kan?

“tau darimana gue freeclass? lo sendiri?”

biasalah, jeo sama ji. iya, gue free juga, guru olahraganya izin.

“hahaha yaudah, mau ngomong apa?”

soal kak minho,

dalam hati, seungmin berucap, 'yang bener? dari tadi kayanya minho minho terus bahasannya.'

“okay, kenapa?”

waktu itu, dia pernah cerita, kalo dia ketemu anak kelas 10 yang telat juga, dan gue mikir pasti itu lo. tapi gue diem aja. terus, dia minta pendapat gue tentang dia yang asal ngomong tuh gimana dan sebagainya. dia cerita kalo dia ngga sengaja ngomong hal ngga enakin ke orang, terus orang itu ngejauh. damn, gue baru nyadar kalo yang dimaksud itu lo seung, setelah lo cerita tadi. terus gue kaya, 'tumben kak lo mikirin sebegininya, biasanya cuek aja,' gitu seung. soalnya emang biasanya dia ngga pernah mikirin tentang apa yang dia ucapin ke orang. ketus ya ketus, asal ngomong ya asal ngomong. tapi ini beda. jadi, makin gue panas panasin dong, kaya yakinin dia kalo dia mungkin suka sama orang yang dimaksud. terus dia jawab 'ngga kali, lix, orang gue ketemu dia aja baru sebulan kurang lebih. masa langsung suka? toh, juga gua ketemu itu orang jarang.'

“maksud lo?! — lo berasumsi kalo kak minho suka sama gue? ya nggak lah aneh, ketemu juga sekelibat doang, mentok mentok waktu kemarin itu.”

ah seungmin, namanya perasaan tuh ngga ada yang tau. bisa jadi munculnya cepet bisa jadi nyadarnya lama. nah, mungkin kak minho tipikal yang munculnya cepet tapi masih denial. tapi, nih, kalo lo ke kak minho gimana?

“gimana apanya anjir? ya biasa aja lix,”

terus kenapa lo sedih?

“ya gitu, tapi yang jelas bukan dalam romantic way kaya gua sedih dia cuek atau gimana tuh ngga, ngga gitu!”

hahaha lucuuu, sama sama denial, bentar lagi jadian yeay,

“lo nyebelin banget, bye.”

kemudian seungmin menutup teleponnya sepihak.

ia bermonolog sambil berjalan ke kelas, “yakali anjir gue suka sama dia? dan.. apalagi dia?! yang ketusnya begitu suka sama gue? ngga, hal ter-ngga mungkin.” kemudian ia menggelengkan kepalanya berharap semacam itu buyar seketika.