— jumpa takdir.
lowercase , ©rigeleo
“pangeran, bangun, di halaman istana sudah berjejer kereta kuda milik kerajaan lain.” ucap vincent.
“ayolah vin, hari ini aku tidak punya jadwal apa-apa, bukan?” jawab hyunjin.
vincent menghela nafas panjang, seakan-akan sudah menduga dari awal jawaban dari sahabatnya. ya, vincent merupakan sahabat hyunjin, dirinya anak dari panglima seo atau biasa disebut orang-orang dengan tangan kanan raja.
vincent juga diminta hyunjin untuk menjadi pengawal pribadinya. karena hyunjin tidak suka jika dirinya selalu diekori oleh prajurit lain.
“pangeran, kau lupa? hari ini hari apa?”
“hari penobatan— HAH?!” hyunjin terkesiap.
“vincent, kenapa kau tidak membangunkanku dari tadi?” gerutu hyunjin sembari memilih baju yang ada di lemarinya.
vincent menggelengkan kepalanya lagi— sudah biasa, batinnya. “kau mandi saja, biar aku yang menyiapkan bajumu, sana sana,”
“okay, terima kasih vin,”
tok tok!
vincent membuka pintu kamar hyunjin, lalu membungkukkan badannya, “yang mulia..”
“vincent, dimana anakku?”
“pangeran hyunjin sedang di ruang ganti, yang mulia,”
“ahh begitu, tolong sampaikan pada hyunjin, kalau dirinya harus bergegas, ya?” pinta sang raja.
“baik yang mulia,”
-
“pangerannnn!!! kau tidur di dalam kah?” tanya vincent dengan suara lantang.
“vin bantu aku pasang ini, masuk saja— ahh ini merepotkan vin.”
jika saja hyunjin bisa memilih, dirinya akan memilih menjadi rakyat biasa. atau setidaknya anak kedua— tapi apalah daya, dirinya bukan rakyat biasa, juga bukan pula anak kedua, melainkan anak tunggal. jadi, ya, mau tidak mau, dirinya harus menjadi penerus kerajaan dan berurusan dengan politik yang memuakkan.
“terima kasih vin!” cengir hyunjin.
“hmmm— pangeran, pangeran! kau tau? ku dengar, anak laki-laki dari kerajaan nettervolks juga ikut hadir,”
“huh? lalu kenapa? siapa dia? apa dia orang berpengaruh, vin?”
“ayahnya itu adalah raja kim, beliau itu sahabat dari ayahmu! kau lupa? kau dulu sering bepergian dengannya. bahkan, kau dulu tidak bisa jika sehari saja tidak bermain bersamanya.”
“aku tak ingat wajahnya, vin. yang aku ingat hanyalah namanya— seungmin kim. dia anak kedua 'kan?”
“kau benar! dia tampan, lho..”
“ahh apa katamu saja, vin,”
lalu mereka berdua pun turun. hyunjin meminta vincent jalan duluan.
“vin, banyak sekali orang, ya, ternyata...”
“kau kemana saja, pangeran,”
“pangeran hwang.” panggil sang raja.
“ah! ayah? — maksudku, maaf, aku sedikit terkejut.”
“kenapa kau sangat gugup? apa kau ada seseorang yang sedang kau tunggu? siapa dia? putri atau pangeran dari kerajaan mana?” ledek sang raja.
“ayah ini... aku tidak menunggu siapapun, tahu,”
“baik, baik, ayah percaya..”
upacara penobatan, pun berjalan dengan lancar. setelah selesai, hyunjin berkeliling untuk menyapa para tamu.
seusainya, ia menghampiri vincent lagi, “vinnnn?”
“ahhh pangeran, kau ini selalu saja mengikutiku kemanapun aku melangkah. cobalah untuk berbaur, pangeran. kau ini sudah 25 tahun.”
“vincent, ayolah,”
“tidak, pangeran, aku harus mengurus beberapa hal. sampai jumpa..”
hyunjin memelas. sekarang, dirinya bingung harus melakukan apa.
lalu ia memutuskan untuk duduk di meja di balik pilar untuk 'menghindar'.
namun, dirinya tidak pernah bisa menghindar dari sepasang mata yang sejak awal— sejak dirinya menuruni tangga— sudah memperhatikannya.
hyunjin sangat bosan, akhirnya dia beranjak untuk ke perpustakaan.
“ahh urusan kerajaan ini menyebalkan, juga, sangat membosankan. bagaimana bisa mereka berlomba-lomba saling menjatuhkan hanya untuk dibuat pening oleh urusan kerajaan?” gerutu hyunjin sambil menyenderkan tubuhnya dibalik rak.
tuk! sebuah buku jatuh menimpa nya.
“atau sekarang, hantu juga sama menyebalkannya?” gumam hyunjin.
“a-aku bukan hantu!”
“ya tuhan! kau siapa? maksudku, kenapa kau disini? tiba-tiba? mengagetkan saja.”
“kau.. kau lupa aku?”
“memang kau siapa?”
“seungmin kim!” ucap pemuda itu dengan sumringah.
“hmm... katanya, kau itu teman kecilku? tapi aku lupa. agak tidak yakin juga, sih,”
“bagaimana bisa kau lupa...”
“dan bagaimana bisa kau masih ingat aku?”
“karena kau punya janji, pangeran,”
“aduh, apalagi itu.. aku tidak ingat. pikiranku hanya dipenuhii pelajaran mengenai kerajaan. tapi aku penasaran, janji apakah itu?”
“kapan kapan kuberi tahu.”
“kau marah?”
“iya! karena kau benar-benar tidak mengingatku.”
“tidak, tidak separah itu juga ingatanku, kim. aku tau namamu, hanya saja aku lupa wajahmu, jadi aku sedikit ragu.”
“benarkah?” senyum seungmin kembali.
“mhm— bagaimana kalau kita keliling kerajaan, maukah?”
“boleh?”
“tentu saja! kau kan tamuku, kau temanku juga!”
“ayo!”
“pangeran hwang, sekarang, aku yang mengajakmu ke suatu tempat. tenang saja, masih di lingkungan istana, kok.” ajak seungmin.
“dimana? memang ada tempat yang kita lewatkan?”
“ada, beberapa,”
mereka bergandengan tangan menuju belakang istana— yang mana hyunjin jarang menapakkan kakinya disana.
“disini?” tanya hyunjin.
“iya, sini, lihat—” seungmin menunjukkan sebuah pohon— disana terukir nama mereka berdua, tak lupa juga hiasan berbentuk hati dipinggirnya.
“serius? ini.. ini kita yang membuatnya?”
seungmin mengangguk, “kau yang mengukirnya,”
“sungguh? lalu apalagi yang kita lakukan dahulu?”
seungmin berjalan ke arah prajurit untuk meminta sekop.
“kenapa kau meninta sekop?”
seungmin tidak menjawab, dirinya mulai menggali tanah yang tepat berada di bawah pohon, sejajar dengan ukiran di pohon.
ting! suara sekop menabrak benda kaca.
“ketemu!” seungmin mengangkat tinggi tinggi botol kaca yang berisikan gulungan surat.
“apa itu? peta harta karun?”
“bukan, ini peta kita“
hyunjin kebingungan, sedangkan seungmin membuka penutup botol tersebut, “kau saja yang baca,”
“apa isinya?” tanya hyunjin
“janjimu.”
“hari ini, tanggal 22 september tahun 1733, dihari ulang tahun pangeran kim— aku, hwang hyunjin berjanji kepada pangeran kim, untuk menikahinya di umurku yang ke 25 tahun.” hyunjin tersipu malu,
“katamu sendiri, jika kita memasukkan kertas berisi janji atau keinginan kita— pada sebuah botol dan menguburnya— janji itu akan mempertemukan kita lagi, dan keinginan itu akan menjadi nyata, pangeran.” jelas seungmin.
“kau benar, mungkin ini adalah takdir sang langit— kita bertemu lagi di umurku yang ke 25,”
“karena kau bilang, bahwa kau tidak akan menikahiku jika kau belum naik tahta. entah apa alasannya, kau tidak memberitahuku.”
“kim, mulai saat ini, ayo kita buat lebih banyak kenangan. tapi sebelum itu, kapan kita memberitahu ini pada keluarga kerajaan?”
“beritahu saja, aku yakin ayahmu juga ayahku langsung menyetujuinya. kau tau, pangeran? sebetulnya kita mau dijodohkan, jadi sebelum pengumuman perjodohan, mari kita kejutkan mereka!”
“kau ini usil, ya kim? hahaha perlahan saja ya, aku tidak kemana-mana, kok.”
“aku yang kemana-mana, pangeran.”
“maksudmu?”
“aku dengar-dengar pangeran lee akan mengajukan perjodohan, jika dalam kurun waktu beberapa bulan aku belum memberi kejelasan, kerajaannya akan menyatakan perang pada kerjaanku.”
“sungguh? kenapa? ini jatuhnya memaksa. tapi tenang, kim. aku akan urus semuanya secepatnya.”
seungmin mengangguk lemah.
“jangan sedih, kim. aku berjanji.”
“aku takut..”
“ada aku, kim. jangan takut.”
hyunjin menatap dalam dalam wajah seungmin dari samping, “kau cantik, kim. matamu sangat indah, rasanya seperti memegang kendali atasku.”
“k-kenapa begitu?”
“entah, matamu membuatku lemah, sungguh.” hyunjin menepuk kepala seungmin pelan.
“kita baru bertemu kembali, kau baru bersamaku selama beberapa jam, bagaimana bisa?”
“karena aku menjumpai takdirku, kim. jadi, tidak butuh waktu lama untuk jatuh cinta kembali. pun, aku tidak keberatan jika harus jatuh cinta padamu disetiap waktu.”
beberapa bulan berlalu setelah pertemuan seungmin dan hyunjin. namun, hyunjin belum menunjukkan kejelasan akan perkataannya.
hal itu membuat seungmin khawatir, ditambah, kerajaannya sudah 'ditagih' mengenai perjodohan dengan pangeran lee.
“tuan kim, tuan kim,” seru jayden.
“ada apa, jay?”
“buruk tuan, kim, sangat buruk. kerajaan pangeran lee memajukan tanggalnya, dia minta untuk segera diberi kejelasan sampai minggu depan, jika tidak, hanya ada dua pilihan. kau menikah paksa dengan pangeran lee atau kerajaan kita diserang.” jelas jay.
“ah.. itu.. baiklah, akan aku pikirkan. tolong biarkan aku menyendiri sejenak, ya.”
satu hari penuh seungmin habiskan untuk menangis dan merenungkan keputusan apa yang harus ia ambil.
“apakah pangeran hwang lupa? atau ia tidak hanya main-main saja?” pertanyaan semacam itu terus saja melintas pada pikiran seungmin.
2 hari kemudian, seungmin mengambil keputusan,
“ayah..”
“ya, nak? ada apa?”
“ayah, a-aku mau menerima perjodohan pangeran lee...”
“kenapa? bukankah kau mencintai pangeran hwang?”
“memang benar, ayah, tapi aku lebih tidak rela jika kerajaan kita harus berperang. aku tidak suka itu.”
“tidak apa-apa, nak. ayah akan lakukan apapun untukmu, jika salah satu jalannya adalah dengan berperang, maka akan ayah lakukan.”
“aku baik-baik saja, ayah. toh, juga pangeran hwang belum ada kejelasan sejak hari itu,”
“dia sedang mengurus keperluan kerajaan, nak, tolong bersabar sebentar, ya?”
“tidak perlu, ayah. kau bisa mengirim surat persetujuan itu besok. aku sudah memikirkan ini matang-matang. dan aku mohon, jangan pernah merasa bersalah padaku, karena ini adalah keputusanku.”
—
seungmin menghabiskan sisa waktu sore harinya di taman kerajaan, sendirian— dengan merenung, lagi.
“permisi, pangeran, ada yang ingin bertemu dengan pangeran.” ucap salah satu prajurit.
“tolong bawa saja orang itu kesini, aku sedang tidak ingin pergi dari sini.”
“baik, pangeran.”
—
“apa kau sedang menungguku, pangeran?”
seungmin menoleh, kemudian dirinya dikejutkan setengah mati.
“kita berjumpa lagi, aku merindukanmu, tau?”
“pangeran hwang? kau sungguh jahat. demi tuhan kau sangat jahat!”
“maafkan aku, kim. maaf karena aku tidak memberi dalam waktu yang lumayan lama. aku sedang mempersiapkan segala urusan kerajaan supaya kedepannya aku bisa fokus pada pernikahan kita.”
“a-aku takut, aku takut pada akhirnya takdir tidak berpihak pada kita.”
“aku tidak akan membiarkan itu, kim. aku sudah berjanji padamu sejak awal, aku tidak bisa begitu saja lari dari janji itu. terlepas dari janji, aku sudah jatuh cinta padamu. orang mana yang akan membiarkan cintanya menikah dengan orang lain?”
“kau hampir membiarkanku menikah dengan orang lain, pangeran..”
“hahaha, tidak lagi.”
seungmin nemeluk hyunjin erat, “jangan seperti itu lagi, hwang. aku serius jika aku mengatakan takut kehilanganmu.”
“aku juga serius jika aku mengatakan aku akan menepati janjiku, kim.”
—fin.