jiwa kuat itu punya nama
kini, hanan rengkuh tubuh ringkih di hadapannya. kendati tubuh kekasihnya itu kian melemah, namun hanan yakin, bahwa jiwa kuat itu ada di dalam tubuh kekasihnya—jiwa kuat itu bernama faza. nama yang selalu ia puja-puja setiap kali ia mengingatnya.
“jelek apanya, za? cantik loh ini, masih seratus persen cakep! aku jamin, za.”
meskipun sudah berpuluh-puluh kata hanan bisikkan, faza tetap berlarut dalam tangisnya, dan tubuhnya masih setia berada dalam dekapan hanan sejak beberapa saat lalu.
“hanan, maaf...”
“kenapa minta maaf, za? minta maaf perihal apa?”
“karena—” belum faza lontarkan sepatah kata, namun nampaknya hanan sudah terlebih dulu membaca pikirannya.
“masih cantik, masih sama. aku bakalan terus ngeliat kamu kaya waktu pertama kali kita ketemu, za. masih dengan mata yang ngga mau lepas kalo udah ngeliat kamu, masih dengan mulut yang selalu takjub setiap kali aku ngeliat kamu. aku janji, za, ngga akan ada yang berubah. aku janji.”