— I got lost in your eyes.

tags : top!Hazel, bot!Nala, nsfw, explicit sexual content, kissing, making out, praising, neck biting, nipple play, nipple suck, blow job, deep throat, anal fingering, unprotected sex, vanilla sex, creampie, aftercare.


Setelah sesi santai dengan menonton film tadi sore, sekarang mereka berencana untuk mandi. Mengingat mereka hanya merebahkan diri sejak tadi.

“Aku mandi duluan, ya?” tanya Hazel.

“Ih, akuu!”

“Aku dulu plissss, katanya kamu mau masak mi dulu?”

Benar juga, dari tadi Nala membicarakan mi tanpa henti, lalu ia bilang bahwa ia akan memasaknya setelah film selesai. Walaupun begitu, Nala tetap bersungut kesal. “Yaudah sana. Jangan lama-lama.”

Mendengarnya, Hazel langsung menyambar bathrobe miliknya dan masuk ke kamar mandi.

Sementara itu, Nala tidak langsung pergi ke dapur, mengambil panci berisikan air, lalu memasak mi. Tidak. Dirinya sekarang diselimuti rasa malas secara tiba-tiba.

“Ntar aja deh. Bikin kopi aja dulu.” gumamnya sambil turun dari kasur.


15 menit kemudian, Hazel keluar dari kamar mandi sambil mengusak rambutnya dengan handuk kecil yang bertengger di lehernya.

“Dah sana mandi, aku udah.”

“Ngga kurang lama zel?”

Hazel hanya menunjukkan cengirannya, lalu mengecup sekilas bibir Nala.

“Kalah kamu sama Mayo. Mayo aja udah mandi.”

“Makanya, mandiin aku juga.” ledeknya.

“Oh, mau? kenapa ngga bilang?”

“BERCANDAAAA” kemudian Nala berlari kecil ke arah kamar mandi.

Sepuluh menit berikutnya, Nala berseru dari kamar mandi. “Hazeeeel, lampunya jangan dimatiin, rese kamu!!” Iya, jeritan itu disebabkan oleh Hazel yang dengan sengaja menggoda Nala.

Setelah lampu dinyalakan—beberapa menit setelahnya Nala keluar kamar mandi dengan wajah kesalnya. “Untung tadi aku ngga kepentok lemari kecil! kalo iya, abis kamu.” kata Nala sambil mengikat tali bathrobenya.

“Huuuu ngeri,”

Nala duduk di pinggir ranjang—menghadap pada cermin yang berbentuk persegi sembari menyiapkan hairdryer untuk mengeringkan rambutnya dengan segera. Ia tidak betah berlama-lama dengan kondisi rambut yang basah. Berbeda dengan Hazel yang cuek akan kondisi rambutnya setelah mandi—entah itu basah atau kering. Ya... kecuali saat hendak berangkat ke kampus atau pergi ke luar rumah. Pada saat itulah Hazel harus memastikan bahwa rambutnya kering dan rapi.

“Sini aku bantuin,” Hazel mengajukan diri untuk membantu kekasihnya itu. Dan Nala pun menyerahkan hairdryer itu ke tangan Hazel. Hazel dengan telaten mengeringkan rambut Nala. Mungkin karena sudah terbiasa.

Hanya butuh waktu sebentar untuk itu. Lalu Hazel duduk di belakang Nala yang masih menghadap cermin. Dagunya ia tempelkan pada pundak Nala sambil sesekali mengecupnya.

“Wangi aku deh,”

“Aku emang pake sabun kamu zel, hehehe,”

Hazel memilih bungkam—ia justru kembali memberi kecupan pada pundak Nala. Namun tampaknya kecupan pada pundak itu tidak bertahan lama. Kini Hazel memperluas areanya pada leher jenjang Nala. Ia sesekali menyesap dan menggigitnya pelan. Hal itu membuat tubuh Nala menggeliat geli. Ia juga berusaha mati-matian untuk menahan suaranya yang sekarang tercekat di tenggorokan.

Hazel memperhatikan mata Nala yang terpejam lewat cermin di depannya. Dapat ia pastikan bahwa Nala juga menikmatinya. “Open your eyes. Look at you, Nala,” Nala langsung membuka matanya dan memperhatikan pantulan dirinya di cermin. Nala melihat wajahnya yang memerah, juga matanya yang sayu, padahal Hazel hanya bermain pada area lehernya.

“Kamu cantik. Cantik banget. Don't you see that?

Nala hanya mengangguk, yang akhirnya menuai protes dari Hazel. “Dijawab. Iya atau ngga?”

“I..ya..”

Hazel mengangkat tubuh Nala dengan mudahnya untuk duduk pada pangkuannya. Secara spontan mata Nala terbelalak kaget karena Hazel mengangkatnya secara tiba-tiba. Tatapan kaget itu perlahan berubah menjadi tatapan intens yang tertuju untuk Hazel. Mereka beradu tatap untuk kurang lebih 3 menit. Tapi Nala gugur— alhasil ia langsung memeluk Hazel supaya Hazel tidak lagi menatap wajahnya. Bisa-bisa ia digoda habis-habisan jika Hazel tau wajahnya makin memerah akibat tatapannya.

“Mukanya udah merah, aku tau. Ngga usah malu, sini aku mau liat mata kamu yang cantik banget itu.”

“Ngga mau, malu..”

Hazel mendorong pelan tubuh Nala supaya Nala melepas pelukannya yang erat. Begitu terlepas, ia angkat dagu Nala, “Lucu banget, cantik.”

Setelahnya, bibir Hazel mendarat di atas bibir Nala. Ia memagut bibir Nala dengan lembut dan perlahan, tanpa terburu-buru. Hal itu dibalas dengan perasaan senang oleh Nala. Nala pun membalas ciuman tersebut, mengikuti tempo sang dominan.

Bibir mereka saling tersapu lembut, yang lama kelamaan melibatkan lidah mereka di dalamnya. Hazel melesakkan lidahnya dan menjelajah tiap inci dari mulut Nala. Seiring ciuman mereka yang kian memanas, Hazel pun kian menarik tubuh Nala untuk mendekat. Tangan kekarnya mulai membelai punggung mulus Nala—tangan Nala juga ikut bergerak untuk meremat rambut Hazel.

“Mau lanjut?” tanya Hazel. Walaupun Hazel yakin dengan jawaban Nala, ia selalu ingin memastikan consent dari kekasihnya itu.

Sebagai jawaban, Nala mengangguk malu-malu.

Kemudian tanpa berlama-lama, Hazel membalik posisinya. Nala yang semula berada di pangkuannya—kini sudah berada dibawah kungkungannya.

Tangan Hazel dengan sigap melepas bathrobe yang Nala kenakan. Terpampang jelas kulit putih nan mulus milik Nala—yang membuat Hazel ingin memberinya beberapa tanda keunguan di atasnya.

Hazel kembali mencium bilah delima di depannya. Ciuman itu perlahan-lahan turun ke leher si submisif.

Ahhh...” Nala mendesah kala Hazel menggigit lehernya. Desahan sensual itu membuat Hazel makin gencar untuk kembali memberi tanda pada bagian lain dari lehernya.

Perlahan ciuman itu turun ke dada keksihnya. Lidah Hazel mulai bermain-main pada dua buah noktah kecoklatan di depannya secara bergantian.

Haz—ahhh...

Kadang kala sesapan Hazel berhenti pada satu titik, dan tangannya yang lain memilin puting Nala—yang mengundang desahan yang mengelu-elukan namanya berulang kali.

“Aku.. aku juga mau,” ucap Nala pelan.

Hazel tau maksudnya, maka dari itu—ganti, sekarang Hazel-lah yang bersandar pada headboard sambil mengelus rambut Nala.

Dengan perlahan Nala buka kancing celana jeans selutut yang masih Hazel kenakan. Tak lupa Nala singkap kaus berwarna putih polos milik Hazel. Sebelum itu, Nala mengalihkan sekilas pandangannya pada Hazel. Dapat ia lihat bahwa Hazel sedang berusaha menetralkan napasnya yang memburu.

Sebagai permulaan, Nala kecup-kecup perut Hazel. Di sana tercetak dengan jelas otot sixpack hasil workout kekasihnya itu.

Nala... sayang...

Lidahnya ia gunakan untuk mulai mengulum habis kejantanan Hazel. Hangat pun dirasakan oleh si empunya. Nala memaju mundurkan kepalanya dengan tempo sedang, sesekali kulumannya digantikan oleh kocokan tangannya.

Ahhh— Nala.. sayang..” Hazel meracau dengan mata terpejam dan kepala yang mendongak. Ia sungguh menyukai bagaimana Nala bermain di bawahnya.

Terbawa oleh suasana, makin lama Nala membawa penis Hazel makin dalam hingga menyentuh pangkal kerongkongannya—Nala semakin kuat menghisap penis Hazel.

Haaa—ahh Nala—you take it so good...

Stop.. stop it. Aku ngga mau keluar sekarang sayang.

Nala pun melepas kulumannya itu.

I'll prep you first, okay?” ucap Hazel.

Yeah, just do it.

Posisi mereka pun berubah lagi pada posisi awal—di mana Nala berada di bawah Hazel. Sebelum itu, Hazel melepas semua pakaiannya tanpa tersisa.

Setelahnya, Hazel langsung memasukkan satu jarinya pada anal Nala. Satu jari itu masih dapat ditoleransi olehnya. Namun ketika Hazel menambahkan satu jari lagi, Nala sedikit mengerang karena rasanya yang sedikit nyeri. Kedua jari Hazel bermain dengan baik di bawah sana—jarinya memutar, membuat gerakan menggunting, tak jarang jarinya pun menyentuh prostat Nala.

Aaaaah—hazel.. hazel..” Nala mendesah tak karuan saat jari Hazel menyentuh prostatnya.

Dirasa cukup, Hazel mengeluarkan jemarinya. Dan dengan cekatan mengambil lube yang ada di nakas, lalu menuangkan lube tersebut di atas lubang Nala, juga penisnya.

“Aku masuk, ya. Kalo sakit cakar aja,”

Perlahan Hazel melesakkan kejantanannya itu ke dalam lubang milik Nala. Milik Hazel yang masih tegak dan keras membuat Nala menggeram. Tangannya juga tanpa sadar mencakar punggung Hazel.

Nghhh.. wait wait. Pelan-pelan please..

Sorry sayang,

Untuk mengalihkan rasa sakit itu, Hazel memagut bibir Nala yang sudah sedikit terbuka, sambil terus memasukkan miliknya itu.

Sekarang kejantanannya sudah tertanam sempurna di dalamnya, “M-move aja, zel. Tapi pelan dulu,”

Dapat Hazel rasakan dinding rektum itu mencengkeram penisnya dengan ketat. Nala pun juga begitu, lubangnya terasa penuh dan sesak begitu kejantanan Hazel masuk sempurna.

Sempit banget—Aaahhh

Sang dominan mulai menggerakkan kejantannya maju mundur—Ia memulai dengan tempo perlahan. Hazel dapat melihat betapa cantiknya Nala dari atasnya. Tubuhnya memantul seiring dengan tempo yang diberikan, bibirnya yang terbuka, juga peluh yang menghiasi dahi serta lehernya.

“Cantik, sayangku paling cantik,”

Tempo pun dibuat semakin cepat oleh Hazel—kejantanannya menyentuh prostat Nala berkali-kali.

Aaahh.. Hazel.. sayang—right there—keep going please please please..

Mendengar namanya dielukan, membuat Hazel semakin liar. Ia meremat pinggang ramping Nala sembari menumbuk telak pada sweet spot Nala.

Paha Nala bergetar merasakan kenikmatan tiada henti. Kenikmatan itu menjalar ke seluruh tubuhnya yang membuat mulutnya tak henti-hentinya mendesah.

Nala—you're doing so good babe—aahh

Tubuh ramping Nala melengkung indah saat ia rasakan bahwa dirinya akan sampai. Namun Hazel seakan tak memberinya jeda untuk bersuara karena saking hebatnya tumbukan yang diberikan.

Dapat Nala rasakan kejantanan Hazel makin menegang dan berdenyut di dalam sana. Pertanda bahwa putihnya akan segera sampai.

Nghhh—Hazel.. Hazel.. aku mau keluar..

Yes, cum for me,

Benar saja, tak lama Nala sampai pada putihnya. Cairan sperma itu mengenai perut dan selangkangannya. Tak sedikit juga mengenai Hazel yang masih sibuk menumbuk di atasnya.

Haahh—Aaahh... Nala sayang, cantikku—Aku juga mau keluar,

Dengan beberapa tumbukan lagi, akhirnya Hazel pun menumpahkan spermanya di dalam lubang Nala. Putihnya mengalir sampai ke paha bagian dalam Nala ketika penisnya dicabut.

Mata Nala terpejam—napas keduanya masih memburu. Hazel buru-buru memberi banyak ciuman pada wajah Nala.

“Cantik, sayangku, makasih banyak.” Hazel membiarkan Nala memejamkan matanya sejenak, sedangkan dirinya langsung bangun untuk membersihkan tubuh Nala juga membersihkan kekacauan akibat sesi bercinta mereka barusan.

Ia mengusap setiap senti tubuh Nala dengan lembut menggunakan handuk basah secara telaten. Ia juga usap peluh yang masih terus membasahi dahi dan leher Nala. Terakhir, ia menutupi tubuh Nala dengan selimutnya.

Lepas itu, Nala menarik tubuh Hazel untuk memeluknya—Hazel dengan senang hati mendekap Nala sambil terus membubuhi pucuk kepalanya dengan kecupan juga usapan halus.

Good night, Nala, i love you,

Love you more, zel..

—————