— Hi, my rockstars!
Setelah mendapat aba-aba dari manager, sekaligus temannya—Felix—Seungmin langsung menuju ke kamar kekasihnya. Langkahnya terhenti tepat di depan pintu sesaat sebelum ia mengetuk pintu tersebut.
Seungmin sedikit gugup, ia takut jika respons kekasihnya itu justru berbanding terbalik dengan ekspektasinya—ia takut Minho dan Hyunjin justru marah padanya. Maka dari itu ia sibuk menetralkan nafasnya perlahan-lahan.
“Bisa sendiri, kan? gue tinggal, ya.” Pamit Felix sambil menepuk pundak lebar temannya itu.
“Thanks a lot, Lix.”
Seungmin biarkan otaknya yang mengambil alih tindakannya, tanpa mau tahu bagaimana proses dan hasilnya. Ketukan demi ketukan pun ia lantunkan. Matanya menyipit, bibirnya digigit kala mendengar suara gagang pintu yang mulai bergerak.
Minho-lah yang membuka pintu kokoh tersebut—tanpa ragu, tanpa ada pikiran macam-macam. Yang di pikiran Minho kala itu hanyalah managernya. Benar, Minho mengira bahwa ketukan lambat nan nyaring itu berasal dari jari Felix yang beradu dengan pintu.
Saat pintu terbuka, Minho tentulah terkejut. Bukan main. Ia bahkan tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat itu.
“Hai, Inyo...” Begitu sapaan lembut keluar dari sosok di depannya, Minho seketika terperangah sambil mengerjapkan matanya berkali-kali.
“Siapa, No?” Ucap Hyunjin sehabis menenggak susu. Ah, Seungmin tahu karena salah satu kebiasaan Hyunjin adalah menciptakan kumis susu di bibirnya dan enggan menghapusnya jika bukan Seungmin yang melakukan itu untuknya.
“BABE???!!” Hyunjin mengambil langkah cepat dan segera menarik Seungmin masuk.
“Kamu?—” Minho berucap dengan ragu, namun segera dipotong oleh Seungmin. “Iya, ini aku. Maaf engga bilang-bilang dulu. Jangan marah, please...“
“Gilaaa, gimana bisa aku marah, ya ampun, sayang.” Minho langsung memeluk Seungmin erat, disusul dengan Hyunjin yang juga bergabung dengan keduanya untuk menyalurkan rindu.
“Aku kangen kamu banget, Seung. Kamu kenapa ngga bilang kalo mau ke sini?” Tanya Hyunjin sambil terus mengusakkan wajahnya pada perpotongan leher Seungmin.
“Surprise aja, mau tau pacarku loyo ngga kalo aku ngga nemenin mereka.”
Minho yang sibuk mengelus punggung Seungmin pun ikut ambil suara, “Ya iya, lah!! Jujur, aslinya iya banget, Bub. Gimana, ya, abisnya kan biasanya ada kamu. Selalu ada kamu. Terus sekarang kamu ngga ikut, rasanya energi aku ilang 89,9%”
“Kenapa pake koma, sih, loyo-nya tanggung amat.”
Minho dan Hyunjin pun tertawa serentak sambil menghujani wajah manis kekasihnya dengan ciuman ciuman.
Mereka menghabiskan waktu semalaman dengan bercerita, tentunya sekaligus bermanja-manja satu sama lain. Terutama Minho dan Hyunjin. Sang dominan itu layaknya bayi jika berhadapan dengan Seungmin, selalu, dan selalu seperti itu.
Bagi mereka, Seungmin bukan hanya tempat mereka pulang. Seungmin adalah sesuatu yang berkali-kali lipat lebih hebat nan luar biasa bagi Minho dan Hyunjin. Singkatnya, Seungmin itu adalah segalanya.
Seungmin pun sama. Walaupun di sini Seungmin terkesan lebih dewasa dan luar biasa sabar, namun di sisi lain Seungmin itu rapuh. Minho dan Hyunjin-lah penguatnya.
“Hyun, look at me, hahahah—kamu beneran nangis, emang?”
“To be honest, yes. Aku nangis-lah. Ngga tau kenapa kemarin tuh mellow banget hahaha, padahal dari kemarin kita sama sama sibuk dan ngga ketemu juga biasa aja, ngga kepikiran sampe pengen nangis, cuma kangen banget banget banget aja. Mungkin kemarin puncaknya kali, ya?”
Seungmin menangkup pipi Hyunjin, “Lucu amat kamu, biasanya kamu yang sering ngeledekin aku kalo aku nangis,”
“Ya, kan, aku juga bisa nangis, bub..”
“Gapapa, nangis aja kalo mau, jangan ditahan. Tapi sekarangg senyum dulu,” Seungmin mengecup sekilas bibir Hyunjin, dan Hyunjin pun otomatis sumringah. Hatinya menghangat bak musim semi. Bukan hanya menghangat, hatinya pun seperti ditumbuhi bunga-bunga yang cantik, seperti kekasihnya.
“Aku potongin semangka, dimakan, ya.” Minho yang datang dari arah dapur pun menaruh piring itu di atas kasur. Bukannya memakan Semangka hasil potongannya, Minho justru melompat ke dalam tubuh Seungmin dan memeluknya erat sembari menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher kekasihnya.
“Aduh aduh, bayi akuuuu,” Seungmin membalas pelukan Minho dengan membiarkan pipinya bertengger di kepala Minho, tentu sambil mencium dan menghirup dalam-dalam surai kekasihnya yang lebih tua itu.
Tangan Seungmin pun tak tinggal diam saat mendapati Hyunjin hanya tersenyum melihat mereka. Ia ulurkan tangannya untuk meraih Hyunjin untuk ikut masuk ke dalam dekapan ketiganya.
“Aku sayang kamu, No, Hyun. Sehat-sehat terus, ya, biar bisa bareng-bareng sama aku sampe lama...”
“Love you, babe.”
“Kamu juga, ya, bub. Jangan jauh jauh dari aku sama Hyunjin. Nanti Hyunjin nangis lagi, soalnya dia cengeng.” Tutur Minho seraya mengeratkan dekapan.