— HEARTROBBER
cw // harsh words
Sekarang adalah hari di mana classmeeting dilaksanakan. Para siswa siswi tentunya berlomba-lomba untuk menjadi juara— apalagi kalau bukan karena hadiah yang menggiurkan?
Sama halnya seperti yang lainnya. Adven, Nico dan temannya pun ikut meramaikan acara tersebut. Keduanya— tim basket dan voli sibuk untuk mempersiapkan permainan yang akan dilaksanakan kurang lebih satu jam lagi.
Adven sibuk berkutat dengan baju volinya yang sudah mulai ketat di tubuhnya dan Adven rasa ia harus mendapatkan satu yang baru. Sedangkan Nico sibuk dengan sepatunya. Ya, seperti itulah kira-kira persiapan mereka.
“EGYYYYYY!!” Suara Adven menggema di ruang ganti yang berisi puluhan loker yang juga milik tim basket. “Apa sih? b aja dong,” sahut Egy.
“Gue lupa bawa baju ganti, gimana dong?”
“Katanya pinjem gue?”
“Coba cek dulu di loker lo..” Egy pun membuka lokernya dan memilah-milah barangnya. Nihil. Egy tidak memiliki baju ganti cadangan di lokernya.
“Yahh ven, ga ada ternyata.”
“Lo kutangan aja, gue yang pake baju,” Alis Adven naik turun menggoda Egy.
“Udah gila, ya? coba pinjem danu kek faza kek, sama itu tuh bestot lu si Kio.”
“Wah penghinaan ni namanya— KIOOOO KIOOO!!”
Egy membekap mulut Adven dengan tangannya. “Diem anjrit, gua gamau diamuk Kio, kuping gua sakit.”
Adven mencebik kesal, “yaudahlah, gampang, topless aja gue.”
“Gih, nanti pada gini, aaaaa Ka Advennnnn, Ka Adven pacaran yukkk, Ka Adven ganteng banget.“
“Dih siapa?”
“Fanbase lu HAHAHAHA,”
Adven merinding juga ketika membayangkannya. Sebetulnya, menurut Adven, jadi terkenal tidak se-enak kelihatannya. Kadang tingkah mereka yang berlebihan cukup mengganggunya.
“Rese lo. Btw, bando gue mana?”
“Sama Kio tuh, anaknya di luar lagi pdkt sama Brian.”
“Brian, who?”
“Liat aja sendiri.” Kemudian Egy berlalu begitu saja.
Pertandingan voli berjalan dengan sengit, dengan skor 23-24. 24 dari tim Adven, yang artinya mereka butuh satu skor lagi untuk memenangkan pertandingan.
Namun tampaknya tidak semudah itu. Tim lawan baru saja mencetak satu gol yang mengharuskan tim Adven mencetak selisih sebanyak 2 skor lagi.
“Ah anjing dikit lagi,” umpat Adven.
“Bisa yuk, fokus.” Kata Faza serius.
Dari bangku penonton, Nico dan Brian mengamati pertandingan dengan serius, “Kalah ini mah kelas kita. Itu dia yang make bando cak— eh maksudnya jago banget anjir.” Ujar Nico.
Brian sontak menoleh, “Mau ngomong apa lu?”
“Keren,”
“Siapa?”
“Yang pake bando...”
“Adven?”
“Iya kayanya, yang marah marah waktu gua rusuh pas latihan anak voli. Dia punya pacar?”
“Ngga kayanya. Demen lu?”
“Dia cakep banget Bri...”
Balik ke pertandingan, kemudian satu skor didapat tim Adven dengan mudahnya, “Satu lagi, fokus fokus!” Ucap Danu.
Dan ya... tim Adven sanggup mencetak satu skor, Permainan berakhir dengan skor 24-26, dimenangkan oleh tim Adven.
“Hah menang anjing???” Sorak Egy.
Kio menghampiri yang lainnya di pinggir lapangan, “You did well guys!!“
Adven reflek melepas bando yang ia pakai dan menyugar rambutnya ke belakang tanpa sadar bahwa ratusan pasang mata tertuju padanya. Perilaku Adven tersebut membuat sekitarnya bersorak sorak memuji parasnya yang mampu mencuri hati tiap orang di sana. Termasuk satu orang yang sudah terlebih dahulu mengagungkan parasnya— tak lain adalah Nico.
“Bangsat, gua deg-degan bri.”
“Gara-gara Adven mainin rambutnya? lemah lu.”
“Damagenya ke dalem-dalem kalo lu tau mah..”
“Adven ga suka troublemaker btw,”
“Lu kira Kio demen juga sama lu? dia kasian ege,”
“Mulut lu gua tabok pake parutan biar diem.”
“Nih,” Nico justru menantang Brian dengan memajukan bibirnya, kemudian ia berlari menuruni bangku penonton dan pergi ke ruang loker.
“Gua nyuci badan dulu dah ya di kamar mandi,” pamit Kio, Faza, Danu, dan Egy dengan serentak.
“Mau mandi bareng, ketauan.” Ucap Adven asal.
“Sembarangan lu. Btw mau join?” Kata Faza.
Kemudian suara tertawa menggelegar ke seluruh sudut ruangan.
“HAHAHA becanda anjrit,”
Seusai teman-temannya pamit, sekarang tinggal Adven seorang yang berada di ruang loker. Adven baru sadar bahwa ia melupakan sesuatu. Ia lupa bertanya pada temannya, apakah ada yang membawa baju lagi atau tidak.
Saat ini Adven kebingungan. Pasalnya, ia sudah terlanjur melepas baju atasnya, dan meninggalkan bajunya di tasnya— ah... tasnya pun dibawa oleh Kio.
“Woy pake baju kek!” teriak seseorang setelah pintu ditutup dari dalam. Kemudian Adven otomatis menoleh sambil menutupi tubuhnya, “Tutup mata dong!!”
“Eh lu yang tadi voli?”
“Aduh gue kira cewe... — iya.”
“Main lu jago,”
“Thanks.”
Nico berjalan ke lokernya dengan hati yang berdegup tak karuan.
Ia terus menerus membatin, 'Manis banget bangsat'
Sampai saat Nico selesai ganti baju, Adven belum juga keluar ruangan. Ia tahu karena tidak ada suara pintu terbuka.
“Lu kenapa masih di situ?” seru Nico dari lokernya.
Tak ada jawaban. Nico putuskan untuk menghampiri tempat Adven berdiri tadi.
“Ih lo ngapain ngintip?”
“Lu ga nyaut. Lagian sama-sama cowo.”
“Ya... kan kali aja lo belok. Ntar nafsu lagi liat gue.”
“Emang. Tapi gua ga berani ya macem-macem sama lu. Jangan salah paham.”
“Kan bener. Yaudah sana, ngapain di situ?” Kata Adven sambil menutupi tubuhnya dengan tas kosong milik Egy.
“Lu kenapa ga pake baju?”
“Lupa bawa.”
“Ohhh,”
Adven bermonolog sembari melihat Nico yang kembali ke lokernya, 'Ohh doang? aneh dasar.'
Nico kembali dengan hoodie berwarna hijau tua di tangannya. Wajah dan setengah badannya bersembunyi di balik loker— sedang tangannya menyerahkan hoodie tersebut.
“Eh ambil nih, gua ga ngintip.”
“Apaan?”
“Hoodie— Lu ga bakal keluar tanpa baju kan?”
“Y-ya ngga lah!” kemudian Adven menerima hoodie tersebut.
“— Gue pinjem dulu ya... makasih banyak. Gue duluan.”
Tinggal Nico seorang yang berada di dalam sana. Ia tengah kegirangan karena ia merasa mendapatkan kesempatan untuk mendekati Adven. Tentunya menggunakan hoodienya sebagai alasan.