— caffeine


Hyunjin kembali dengan membawa beberapa paper bag di tangannya. Isinya beraneka macam, seperti kopi, kue titipan Seungmin, maupun camilan—mengingat kulkas di apartemennya mulai kosong melompong.

“Candy, i'm home,” ucapnya begitu membuka pintu apartemen. Tampak Seungmin yang tengah bermain dengan anjing kecil kesayangannya.

“Hey, babe! belanjaannya taruh aja, kamu siap siap meeting sana. Tadi Mimi udah aku kasih makan.”

“Iya? thank you, cantik. Tolong, ya, aku nyiapin laptop dulu.”

Sebelum merapikan belanjaan, Seungmin menggelar karpet bulu berukuran sedang dan menggeser meja. Karena, Hyunjin lebih suka duduk di lantai ketika meeting, supaya sewaktu-waktu ia dapat melonjorkan kakinya. Hyunjin sadar bahwa dirinya kurang berolahraga beberapa bulan terakhir, jadi wajar saja tubuhnya mudah pegal pegal.

“Kok kamu yang nyiapin? harusnya aku aja, sayang..”

“Biar ngga kelamaan. Ngga baik kalo telat.”

“Hehehe thank youuuu, sayang. Maaf soalnya tadi kelamaan di luar.”

Seungmin mengangguk. Tangannya sambil terus menata kulkas.

“Hyunjin, kamu mau makan apa nanti? kamu mau dimasakin apa?”

“Nanti aja deh, siang atau sore-an. Kita masak bareng, ya?”

Mata Seungmin berbinar penuh harap, “Bener, ya?”

“Ya, cantik.” kata Hyunjin sambil tersenyum.

“Kalau dipikir-pikir kita udah lama ngga masak masak, ya?”

“Iya, makanya aku ngajak kamu. Terakhir kita masak ayam rica rica, dan itu enak banget! takaran bumbunya pas, soalnya 80% kamu yang ngatur masakannya.”

“Hahahaha, iya dong, siapa dulu?”

“Candy, anak cantik,”

Sesaat setelahnya, terdengar suara sapaan dari laptop yang Hyunjin gunakan. Hal itu menandakan bahwa meeting telah dimulai.

Seungmin mendekat ke Hyunjin dan sedikit membungkukkan tubuhnya. Kamera Hyunjin yang sudah menyala—Seungmin tutup menggunakan telapak tangannya. Lalu ia lumat bibir Hyunjin dengan lembut. Ciuman itu tak berlangsung lama, mengingat Hyunjin sedang ada kepentingan.

“Aku ke kamar, ya? mau selesaiin kerjaan aku. Nanti aku ke sini lagi kalau udah selesai.” bisik Seungmin.

Seungmin pun menyelesaikan pekerjaannya—yang untungnya tidak begitu menumpuk. Hyunjin dan Seungmin bekerja di satu perusahaan yang sama. Hanya beda divisi saja. Dan kali ini mereka mendapat jadwal work from home yang berbarengan.


Tangan Seungmin yang cekatan dalam mengetik, dan otaknya yang lancar bekerja membuat pekerjaannya selesai dalam beberapa jam saja. Ya... walaupun ia tahu bahwa kurang dari satu jam lagi ia akan menerima pekerjaan baru. Tak apa. Sedikit waktu yang tersisa ini ia gunakan untuk beristirahat sejenak.

Ia menghampiri Hyunjin yang masih setia di depan layar. Seungmin yang pada dasarnya suka menggoda Hyunjin pun mulai melancarkan aksinya.

Seungmin menidurkan kepalanya di paha Hyunjin, wajahnya ia tenggelamkan di perut yang lebih tua. Tangan Hyunjin mulai bergerak mengusap kepala Seungmin dengan perlahan-lahan. Hyunjin tidak keberatan sama sekali dengan tingkah kekasihnya itu—Seungmin mode manja adalah favoritnya.

Tak sadar, Seungmin justru tertidur lelap selama satu setengah jam—dengan posisi yang tak berubah. Begitu ia terbangun, ia langsung mendongak menatap Hyunjin. Tak disangka bahwa Hyunjin pun tengah menatapnya.

Netra mereka pun mau-tidak-mau jadi beradu. Hyunjin tersenyum melihat Seungmin yang kebingungan. Nyawanya seakan masih berputar-putar diatas dirinya.

“Rise and shine, candy.”

“Hah? ngaco kamu, orang masih sore—Eh! udah sore?” Seungmin langsung mendudukkan tubuhnya dengan tegak.

“Kenapa? kamu ada yang mau dikerjain?”

“Kamu belum makan, Hyunjin!” kemudian Seungmin menoleh ke sebelah kanan Hyunjin. Terlihat 2 buah cup kopi kosong. Dapat Seungmin simpulkan bahwa Hyunjin telah meminum kedua kopi yang ia beli di pagi hari.

“Kopinya kamu minum? dua-duanya?”

“Candy, i'm sorry, sumpah aku tadi ngantuk banget banget banget.”

“Kamu tuh, ya,” yang lebih muda menggelengkan kepalanya, kemudian berlalu ke arah dapur.

“Candyyyy, maaf...”

“Sekarang, makan. Tuh kamu dari kemarin cemilin makanan ringan doang. Giliran disuruh makan nasi gamau.”

“Yaudah deh, ayo masak,” Hyunjin akhirnya mengalah supaya kekasihnya itu tidak marah berkepanjangan.


Malam hari pun tiba, Seungmin yang menginap di apartemen Hyunjin pun kini sudah berbaring di kasur sambil menonton tv. Sedangkan Hyunjin masih menyelesaikan sisa pekerjaannya hari ini.

Sekitar satu jam kemudian Hyunjin menghampiri Seungmin yang berada di kamar. Ia tiba-tiba berbaring sambil memeluk pinggang Seungmin, wajahnya mendusel pada perut kekasihnya.

“Kenapa kamu? mau makan lagi, ngga?”

“Perut aku ngga enak, kayanya lambungnya, deh??? aku juga ngantuk banget, capek.”

“Tuh, kan dibilanginnya. Gimana ngga sakit? orang ngopi aja lancar, giliran makan macet, istirahat kurang. Emang kalau begini baik buat badan kamu?”

Hyunjin menggeleng ribut, helaian rambutnya menggelitik perut Seungmin.

“Bentar, aku ambil minyak angin dulu. Sama sekalian aku masakin nasi goreng, ya? sebentar aja.”

“Aku ngantuk, ngga bisa ngunyah makanan. Mau tidur aja, sambil peluk tapi,”

“Yaudah tidur aja,” tangan Seungmin melesak masuk ke dalam kaus oblong yang Hyunjin pakai—tangannya mulai bergerak—mengusap-usap punggung Hyunjin, sambil menepuknya sesekali supaya lelakinya itu cepat terlelap.

“Maaf ya, aku akhir akhir ini suka batu kalo dibilangin...”

“Iyaaa, ganteng. Tidur, biar perutnya ngga sakit.”

“Cium dikit,”

Kali ini, Hyunjin lah yang manja. Sedangkan Seungmin tidak punya alasan untuk menolak. Ia kecup pipi kanan kiri, dahi, hingga bibir Hyunjin.

“Thank you, cantik, good night! Aku sayang kamuuuuu.”

“Iyaa, aku juga, ganteng.”

Selagi memastikan Hyunjin terlelap, mulut Seungmin berucap 'pain pain, go away. pacarku ngga boleh sakit.'