— Bulan satu, dua tahun yang lalu.

seungjin ft. 2min cw // angst, break up, cheating, bad memories


Januari, 2022.

Bulan Januari tahun ini—seperti biasa—selalu di guyur hujan hampir setiap harinya. Menurut yang Seungmin pelajari saat di bangku sekolah dulu, penyebabnya adalah ; pertama, kehendak Tuhan ; kedua, memang musimnya.

Ada beberapa tipe suasana hati manusia saat dihadapkan dengan hujan. Seperti senang, kesal, bahkan sedih. Kalau Seungmin pribadi merupakan gabungan dari ketiga tipe tersebut, walaupun sebenarnya cenderung sedih, ia bersikeras untuk menyangkalnya.

Hujan—terlebih lagi pada bulan Januari memberi Seungmin perspektif berbeda, tepat sejak dua tahun yang lalu.

Hubungan yang ia jalin dengan Hyunjin—mantan kekasihnya—kandas pada bulan satu, dua tahun lalu—Saat hujan sedang turun dengan derasnya

Kala itu, Seungmin berusaha mempertahankan hubungan mereka yang sebetulnya sudah terlanjur mustahil untuk dipertahankan.


Januari, 2020.

Selama beberapa hari belakangan, Hyunjin selalu sibuk. Jadi, ia tidak dapat bertemu Seungmin barang sebentar saja.

Sebagai kekasih yang sudah kepalang rindu, ditambah kekhawatiran Seungmin—yang takut jika Hyunjin akan mementingkan pekerjaannya daripada dirinya—membuat Seungmin sekarang sudah berdiri tepat di depan pintu apartemen Hyunjin.

Ia masukkan pin apartemen Hyunjin yang sudah diluar kepala sembari menaruh harap, semoga setengah jiwanya dalam keadaan baik.

Sesaat setelah Seungmin membuka pintu, ia dapat langsung menyimpulkan bahwa Hyunjin sedang dalam keadaan baik. Sangat baik.

Meskipun seisi ruangan tersebut dipenuhi oleh alunan musik, bukan berarti Seungmin tidak dapat mendengar suara lenguhan bersahut-sahutan, mendengar nama kekasihnya dielu-elukan entah oleh siapa, yang jelas bukan dirinya.

Seungmin langsung berbalik arah untuk kembali ke mobilnya dengan tubuh yang bergetar, air matanya sudah tertampung penuh di pelupuk mata—siap untuk jatuh membasahi pipinya. Saat ia mendudukkan dirinya, saat itu pula ia menangis sejadi-jadinya.

;

“Hyunjin, aku mau kita ketemu. Aku ngga peduli kamu sibuk atau ngga. Aku cuma mau ngomong sebentar, ngga sampai satu jam. Alamat rumahku masih sama, kalo kamu lupa.” Pesan Seungmin pada pagi keesokan harinya.

Setelah beberapa kesepakatan, akhirnya mereka memutuskan untuk bertemu pada malam harinya.

“Kamu akhir-akhir ini sibuk banget, ya?”

“As you see, Seung.”

“Aku bisa nyamperin kamu ke apart kok kalo kamu ngga sempet ninggalin apart buat ketemu aku. Tapi kenapa selalu ngga boleh?”

“Takut ganggu kerjaanku,”

“Aku ganggu, ya? padahal aku cuma mau liat kamu sebentar. Aku ngga minta kamu buat peluk aku atau semacamnya, loh.”

“Seung, kalo kamu cuma mau ribut, aku pulang sekarang.”

“Go on, someone is waiting for you to do a hot session, right?”

“Apa? apalagi sekarang mau kamu? mau nuduh aku?”

“Faktanya gitu, kok. Aku dateng ke apartemen kamu kemarin.”

Hyunjin memasang ekspresi terkejut. Seungmin pikir Hyunjin akan membujuk Seungmin atau setidaknya mengaku kemudian meminta maaf.

Namun, tidak seperti itu adanya.

“Kamu... udah tau? — I won't defend myself. It's not wrong at all, that.. i already have someone new.”

Seungmin kehabisan kata-kata untuk sekedar menanggapi Hyunjin.

“Sekarang kamu udah tau semuanya, jadi, maunya gimana?”

“Kamu putusin dia.”

“If i have to break up, then it's with you, Seung. Jujur selama 3 bulan belakangan aku udah ngga ngerasa kalo aku masih cinta sama kamu. Aku pengen bilang ini, tapi kamu selalu nunjukin kalo kamu masih cinta banget sama aku, dan itu bikin aku ngga tega.”

“Ngga tega kata kamu? you actually hurt me more by doing all this shit.”

“Aku bingung, this choice... is... too difficult for me.”

“Then what's easy for you? selingkuh?”

“Kamu jangan bilang seakan-akan aku selalu selingkuh, ya.”

“Kamu tersinggung? berarti bener?”

“Terserah, aku ngga mau debat lama-lama. Kalo mau putus, putus aja.”

“You— really? after everything?”

“Stop it, okay? aku anggap kamu setuju, dan kita. Udah. Putus. Ngga ada yang perlu dibicarain lagi, aku pamit.”

Seiring langkah Hyunjin menjauh, semakin keras pula tangisan Seungmin pada malam berhujan tersebut.

Sejak saat itu ia membenci semua yang ada pada saat itu. Bulan Januari, Hujan pada bulan Januari, juga kenangan pada bulan Januari.


Agustus, 2020.

Perlahan-lahan, seiring berjalannya waktu, juga atas kehadiran Minho di sampingnya—Seungmin mulai mencoba menerima semuanya.

Minho dan Seungmin merupakan teman lama. Teman SMP, kalau tidak salah.

Namun, mereka baru bertemu kembali saat Seungmin pindah perusahaan tempatnya bekerja.

Berkat Minho, Seungmin merasa kembali dicintai dan merasa pantas untuk dicintai— karena sejak saat itu—saat ia putus denga Hyunjin—ia selalu meragukan dirinya, selalu berata jika ia tak pantas untuk siapapun.

Pernah, pada suatu waktu, Minho berkata,

“Jangan salahin diri kamu saat kamu tau siapa yang sebenarnya salah di sini,”

“Salah aku. Aku banyak kurangnya, kak. Karena.. kalo aku ngga kurang apapun, kaya apa kata kamu. Aku ngga bakal diselingkuhin, kak.”

“Mau sesempurna apapun kamu, kalo Hyunjin niatnya selingkuh, ya dia bakalan ngelakuin itu, Seung. Kamu harus tau kalo selingkuh itu ngga ada dasar yang jelas selain karena orang itu sendiri yang mau.”

Mungkin Seungmin muak mendengar itu semua dan menolak percaya pada awalnya. Namun, Minho selalu punya caranya tersendiri.

Jika kata-kata tak mampu mengetuk hati Seungmin untuk kembali percaya, maka Minho buktikan dengan perbuatan.

Tak pernah ada kisah di mana Minho meninggalkan Seungmin—yang lama kelamaan membuat Seungmin terbiasa akan kehadiran Minho dan mulai paham, bahwa semua yang Minho katakan adalah benar.


Oktober, 2020.

Pada bulan Oktober ini, Seungmin mulai membangun kembali semuanya bersama Minho.

“Thank you for always being by my side when i need a place to lean on, thank you for waiting for me, kak. From now on, ayo jadi bahu buat satu sama lain.”

Mereka pun menjadi sepasang kekasih saat Seungmin yakin bahwa sudah tidak ada bayang-bayang Hyunjin lagi dalam benaknya—yang ada hanya Minho dan sejuta rasa cintanya.


Januari, 2022 ; sekarang.

Hujan pertama di tahun 2022 turun pada tanggal 8 bulan Januari. Tidak terasa bahwa Seungmin sudah melalui semuanya bersama Minho.

Sekarang, Seungmin memutuskan untuk sepenuhnya berdamai dengan masa lalunya.

“Di luar hujan, Seung. Ketemu Hyunjinnya mau di hari lain aja?” tanya Minho dengan hati-hati.

“Ngga, kak. Aku mau sekarang,”

“Tapi—”

“Kak, aku punya kamu. Aku pun udah ngga ambil pusing sama semua yang ada di masa lalu. Asal aku sama kamu, aku gapapa. Kamu mau, kan, nemenin aku?”

Minho tersenyum teduh, “Iya, nanti aku temenin. Tapi aku tunggu mobil, karena aku tau kamu butuh ruang buat ngomongin semuanya sama Hyunjin.”

“Tapi, kak... aku ta—”

“Aku percaya sama kamu.”

Ganti, sekarang Seungmin tersenyum dan berjalan ke arah Minho untuk memeluknya erat, “Makasih banyak, kak.”

;

Beberapa hari sebelumnya, Seungmin sudah membuat janji dengan Hyunjin untuk bertemu.

Jadi, sekarang ia sudah berada di depan apartemen Hyunjin.

Tidak, ini bukanlah apartemen yang sama. Hyunjin sudah pindah dari apartemen lamanya.

“H-hai, Hyun... apa kabar? long time no see, ya?”

“Seung... gue baik,” Hyunjin berbohong.

“Glad to hear that,” Seungmin tersenyum, “Masih sama yang waktu itu?”

“Umm.. nope.”

“Ah.. sorry,”

“Its fine. — Seung, gue mau minta maaf buat semuanya, maaf karena—”

“Nooo, gue masih inget, kok. Jangan diceritain lagi, ya? gue udah maafin lo, kok.”

Mereka berbincang sejenak, walaupun isi dari perbincangan mereka kebanyakan hanya permintaan maaf dari Hyunjin.

“Seung, lo mau mulai—”

“Seungmin!”

Ucapan Hyunjin terputus saat Minho keluar dari mobil—memanggil—lalu menghampiri Seungmin.

“Sorry kalo aku ganggu, kita ada janji buat ketemu orang WO,”

“Oh, iya! hampir lupa.” kata Seungmin.

Seungmin pun mengeluarkan sebuah undangan berwarna rose gold yang berhiaskan glitter—tak lupa bahwa di sana tertulis nama Seungmin dan Minho.

“Hyunjin, gue cuma mau kasih ini. Gue bakalan seneng banget kalau lo mau dateng— Oh ya, sebelumnya, ini kak Minho.”

Hyunjin dan Minho pun saling berjabat tangan.

“A..ahh.. i'm happy for you two. Semoga lancar, ya?”

“Iya, makasih, Hyun. Gue pamit dulu, ya?”

Hyunjin mengangguk, mereka berpelukan sekilas, lalu langkah Seungmin mulai menjauh.

Tampak sekali bahwa sudah tidak ada celah bagi Hyunjin untuk masuk, Hyunjin sadar akan hal itu.

Biarlah ia belajar dari kesalahannya, biarlah Hyunjin juga merasakan bagaimana rasanya ikhlas itu—sama seperti Seungmin dahulu.

;

Sekarang, bulan Januari, Hujan, dan segala apa yang ada di dalamnya bukanlah apa-apa bagi Seungmin.