# — Break.

cw tw // cheating, mention of cheating, mention of kissing


Benar saja, malam itu Nara datang ke kediaman Sastra. Berharap semuanya akan lebih baik.

Ia tak henti-hentinya membunyikan bel rumah Sastra. Tak lama sang empunya pun keluar dengan wajah yang membengkak karena menangis semalaman.

Saat tahu bahwa yang membunyikan bel adalah Nara, Sastra terduduk lemas. Karena khawatir, Nara membuka pagar Sastra tanpa izin dan menghampirinya.

“Sas? kamu kenapa?” Ucap Nara sambil meraba pundak dan wajah Sastra.

Stop it.

— kamu ngapain ke sini?”

“Sas... maaf...”

“Aku ini apa sih buat kamu?”

“Maaf..”

Just answer!

Everything.

“Kamu bilang itu setelah kamu cium perempuan itu? how can you come to me and say that after you cheated on me?

“Aku ga selingkuh, sas.”

“Kenapa juga aku harus percaya, WHEN YOU DON'T EVEN WANT TO LISTEN TO MY EXPLANATION AT ALL.

I swear to God, Sas. Aku ngga niat begitu.”

“Oke kalo menurut kamu selingkuh itu tentang kamu pacaran sama orang lain disaat kamu pacaran sama aku. Tapi aku ngga! kamu cium perempuan itu, kamu tidur sama dia. Menurut aku kamu selingkuh, Ra.”

“Sastra aku minta maaf,” Nara bersimpuh di depan Sastra yang kembali menangis.

“Aku emang salah, Ra. Aku juga wajar kamu marah sama aku kaya semalem, aku gapapa kamu ngomong kasar sama aku. Tapi ngga dengan kaya gini, Ra.”

“Aku ngga bisa mikir jernih belakangan ini, Sas. Aku takut. Aku takut kamu balik ke mantan kamu.”

“Cewe itu siapa?”

“Mantan aku...”

“Liat, kan? kamu bisa liat sendiri siapa yang sebenarnya balik ke masa lalunya.”

“But—”

“Kamu taunya kalo aku pelukan sama Sekala, kan? kamu cuma tau itu. Kamu ga tau sebanyak apa aku nolak Sekala buat kamu. Aku ga mau cerita ke kamu karena aku rasa ini masalah masa lalu aku. Aku mutusin buat iyain ajakan Sekala pun buat negesin ke dia buat yang terakhir kali kalo aku ngga bisa balik ke dia KARENA AKU PUNYA KAMU, RA. AKU SELALU BILANG KE SEKALA KALO AKU UDAH PUNYA NARANTAKA SADEWA— ORANG YANG JAUH LEBIH BAIK DARIPADA DIA.” Jelas Sastra dengan suara lantang, penuh penekanan, juga air mata yang masih mengalir.

Sedangkan Nara hanya tertunduk diam, merasa malu sekaligus bersalah.

“Ra...”

“Taka... panggil aku taka....”

Nara, should we break up?

No... please Sastra... one more chance. Aku minta maaf, please...”

“Terus mau kamu apa? aku bahkan gatau kamu nantinya bakal kaya Sekala atau ngga. Aku tau, Ra, kalo kamu tau tentang Sekala. Tepatnya tentang masa lalu aku sama dia. Tapi kenapa? kenapa kamu ngelakuin hal yang sama kaya waktu Sekala selingkuh?”

“Aku semalem mabok, Sas... aku ngga tau kenapa tiba-tiba kepikiran buat ke apart Keira.”

“Dari sini aja udah keliatan, Ra, kalo aku bukan tempat kamu pulang. Kamu lebih milih buat pergi ke mantan kamu dibanding aku. Keliatan kok, aku juga paham.”

“Bukan begitu, Sastra—”

“Ra, ayo putus...”

“Ngga, aku ngga mau... please Sastra, please..

Fine.”

Really? — thank u, Sas. Sumpah aku ga bakal bertindak bodoh lagi.”

“Aku mau kita break dulu.”

“Sastra? kamu bercanda?”

“Mending kamu pulang, udah malem. Ga baik nyetir malem-malem, bahaya.”

Tanpa melirik ke belakang, Sastra meninggalkan Nara yang masih bersimpuh.

Nara tidak ingin protes lebih lanjut, karena tidak jadi putu saja... dirinya sudah bersyukur. Yang harus ia lakukan sekarang adalah membuktikan dan berusaha lebih keras untuk membangun kepercayaan Sastra.