— Back to December.

CW // mention of break up


Dalam tidurnya, Hazel rasakan sesak tepat di dadanya. Ia pun rasakan hangat di pipinya, seperti beberapa tetes air mata yang mengalir.

“Hazel! Bangun, Zel. Heiii, kamu kenapa?” Suara lembut itu hadir di tengah mimpi Hazel yang buruk—membuatnya ingin segera bangun dan melihat sosok pemilik suara itu.

Hazel pun akhirnya bangun dengan nafas terengah-engah. Ia langsung terduduk, matanya terbelalak, sesekali pula ia usap wajahnya.

Kepalanya ia tolehkan ke samping kanan ranjangnya. Terlihat sosok yang barusan ia lihat di mimpi.

Nala—Ia ada di sini, di sampingnya.

Wajah Nala terlihat sangat khawatir atas apa yang menimpa Hazel barusan. Ia berusaha untuk menetralkan nafas Hazel yang terengah-engah dengan cara mengusap tangannya pelan pada punggung Hazel.

“Hazel, kamu mimpi jelek, ya? Kamu kayak ketakutan banget tadi.”

Hazel meraba wajah dan pundak Nala secara bergantian, “Nala? Ini kamu? Beneran kamu, kan?” Tanyanya memastikan.

“Iya, ini aku, Zel. Kenapa? Ada apa?”

Hazel hembuskan nafas lega. Badannya pun seketika lemas, ia berusaha raih tubuh kekasihnya untuk ia peluk.

“Aku ngga tau kamu mimpi apa, tapi i'ts okay, zel. Itu cuma mimpi.” Nala membalas pelukan Hazel dengan erat sembari membelai rambut Hazel dengan lembut.

“Sumpah, aku bisa tahan dikasih mimpi horror, sadis, atau apapun itu. Tapi engga kalo sama mimpi yang barusan, La. Jantung aku rasanya merosot. Sakit banget.”

“Mind to tell me?”

“Aku... Aku mimpi kita putus. Penyebabnya karena aku, aku selingkuh sama sabitha, aku marah sama kamu karena kamu baikan sama rendi. Padahal kamu cuma baikan, La. Tapi aku gegabah banget di situ. Dan puncaknya itu barusan.”

Nala mengisyaratkan pada Hazel untuk memelankan laju bicaranya.

Sekali lagi, Hazel tarik napas panjang, “Barusan aku mimpi, La, kalo kamu punya pacar baru, namanya Rama—engga! Bukan pacar, tapi tunangan kamu.”

Raut wajah Nala juga nampak sedih mendengarnya. Ia tak tahu harus bereaksi seperti apa, rasanya tak etis jika ia menertawai perilaku Hazel—yang padahal jelas-jelas tengah khawatir atas dirinya, atas hubungan mereka.

“Jelek banget mimpinya! Tapi, udah ya, Zel. Gapapa, jangan dipikirin. Kamu ngga mungkin kaya gitu, dan aku juga ngga mungkin tiba-tiba aja baikan sama rendi.”

“Aku kaget,”

“That's fine, Zel. Semuanya bakalan baik-baik aja, kok. Tidur lagi aja, yuk?” Hazel pun mengangguk dan mulai merebahkan dirinya, dan mereka mendekap satu sama lain.

Selama 15 menit mereka berdiam diri, namun masing-masing dari mereka tahu, bahwa keduanya belum juga menunjukkan tanda-tanda akan tertidur.

Nala yang sedang memainkan jemari Hazel pun sedikit terkejut kala tangan yang sedang ia mainkan tiba-tiba saja menggenggam tangannya, “Nala, kenapa kamu ngga tidur?”

Nala pun sedikit mendongak dan menatap manik legam Hazel.

“Aku takut kamu mimpi jelek lagi...”

“Ngga bakalan, sayang. Mimpinya udah aku blokir! Jadi nanti aku langsung bangun semisal mimpinya muncul lagi. Aku ngga mau lama-lama nontonin mimpi itu.”

“Kamu sedih?”

“Kalau ada level di atasnya sedih, aku ada di situ, La. Aku ngga bisa kalau suruh bayangin hal itu. Cukup mimpi tadi aja, sisanya aku ngga mau lagi. Aku? Disuruh berpaling dari kamu? Gak logis, La, sumpah.”

“Hahaha, iya-iya, aku paham. Semoga mimpi jeleknya jauh-jauh dari kamu, ya!”

Setelah Nala meyakinkan Hazel dengan beberapa patah kata, akhirnya mereka memutuskan untuk mencoba tidur. Hazel kembali dekap Nala dalam peluknya, dagunya ia sandarkan pada kepala Nala, sambil sesekali mengecupnya.

“Oh iya, La, sekarang tanggal berapa? Jangan lupa, takutnya kamu ada kelas.”

“Sekarang 'kan jam dua pagi, udah masuk ke besokannya—Oh, berarti sekarang tanggal 15 Desember 2020”

Mendengarnya, jantung Hazel kembali berdegup kencang.