about sastra's past


[ nara's apartment ]

apartemen milik nara jaraknya tidak terlalu jauh dari toko kue milik keluarga dirga. kebetulan saat itu dirga sedang berada di sana, sehingga nara meminta dirga untuk menghampirinya ke apartemen.

tentu, dirga bersedia.

sekarang ia berada di ambang pintu apartemen nara yang terbuka,

toktok

“dirga? masuk aja,” seakan tahu siapa yang datang, nara langsung persilahkan dirga untuk masuk.

“bagi minum dong,” pinta dirga setelah melepas sepatunya.

“ambil sendiri, kulkas gua tempatnya masih sama.”

“lu lagi sensi banget, kenapa lu?”

“sastra.”

“kenapa dia?”

nara menceritakan saat di mana dirinya dan papa sastra bertemu, tak lupa juga percakapannya dengan bian.

”– nah, abis bian bilang gitu, gua kepikiran sastra, ga. bian bilang begitu seakan akan mantannya sastra bakalan balik lagi, gua takut. gua sayang sama sastra, ga, sumpah.”

“lu stress mikirin itu? oke gua paham banget ra. tapi bisa aja masalahnya ini emang se-pribadi itu, who knows? entah lu nyadar atau ngga, lu maksa dia, ra. padahal dia udah bilang bakalan cerita, tapi nanti.”

“biasanya dia ga begitu, ga.”

“se-biasa apapun itu pasti ada saatnya seseorang butuh ruang buat dirinya sendiri, ra. lu harusnya paham.”

benar, dirga tidaklah salah. tapi apakah khawatir itu salah?

nara terdiam, ia menyenderkan tubuhnya di sofa, kemudian melamun.

“oh iya, di hari sastra pulang ke rumahnya, lu bilang kan kalo ada orang yang dateng ke asrama dan nyari sastra?” tanya dirga yang dibalas anggukan oleh nara.

“namanya?”

“sekala.”

seketika air wajah dirga berubah. ia mencoba untuk mengontrol ekspresi wajahnya yang terkejut, namun hal itu sudah lebih dulu disadari nara.

“kenapa? lo kenal?”

“ng-ngga,”

“jangan boong, ga. ekspresi lu ngga bisa boong, lu kaget pas gua nyebut namanya.”

sudah tertangkap basah, ingin mengelak pun dirga tidak bisa.

“i-itu...” ucap dirga terbata-bata.

“mantannya sastra, ra.” lanjutnya.

“lu bercanda?”

“gua serius, ra. gua ngga pernah liat orangnya, cuma beberapa kali bian pernah cerita ke gua.”

“ceritain apa yang lu tau, ga, please...”

“sorry, bi. aku ga maksud apa-apa.” ucap dirga pelan, seakan berbicara dengan bian.

“pasti lu udah tau kan kenapa mereka putus? iya, karena sekala selingkuh. jujur gua lupa detailnya. as far as i know, sastra belum sepenuhnya lupa sama sekala. tapi soal dia cinta sama lu, gausah diraguin lagi, ra. tapi emang kata bian sometimes dia masih mikirin sekala. gatau tuh dikasih pelet kali, ya?”

“fuck, why didn't anyone tell me?”

“masalah ini emang sensitif buat sastra, ra.”

“tapi gua pacarnya, ga. kalaupun se-sensitif itu kenapa dia masih mikirin sekala terus?”

“hati manusia ga ada yang tau, ra. gua rasa sastra juga masih bingung sama perasaannya. kaya, dia sakit hati, udah jelas. tapi dia juga kangen sekala dan itu hal yang ga bisa diprediksi kapan terjadinya.”

“gua mau ke rumah sastra.” nara langsung menyambar kuncinya yang ada di meja kemudian berlari keluar, mengabaikan dirga yang ada di sana.

“ra, bentar, ra!!”


[ cafe ]

sastra dan sekala kini duduk berhadap-hadapan tanpa ada yang memulai percakapan. sampai akhirnya sekala yang memulai,

“apa kabar?”

“better than when i'm with you.” jawab sastra yang membuat sekala sedikit tertohok.

“o-oke... do you miss me?” ucap sekala percaya diri.

“lo tuh ga mikir apa gimana, kal?”

“cuma make sure, kali aja kan???”

“never. now, better lo omongin apa yang mau lo omongin.”

“balik ke gua, sas. gua mau lu balik ke gua.”

“lo tau jawaban gue kan?”

“please?”

“kalo ga ada yang mau lo omongin lagi gue mau pulang.”

“fine, gua anterin.” sekala memilih menyerah untuk saat ini.


[ sastra's house ]

beruntung, sastra sudah mengirimkan alamat rumahnya beberapa hari yang lalu. jadi sekarang nara hanya perlu mengikuti petunjuk yang ada di maps.

-:-

sastra telah sampai di rumahnya.

sebelum sekala benar-benar pulang, mereka masih berbicara beberapa patah kata. walaupun sebetulnya sastra sudah muak.

“sas, tolong pertimbangin permintaan gua tadi.”

“what? lo bahkan ga pernah dengerin atau bahkan sekedar pertimbangin permintaan gue... lo tuh... ga pernah, kal. dulu gue minta lo buat stay sama gue, gue minta lo buat tinggalin selingkuhan lo. emang lo dengerin? ngga kan?”

“sorry sas, tapi gua janji.”

“terserah apa mau lo, mending lo pulang sekarang. gue masuk dulu, makasih tumpangannya.”

namun tangan sastra ditarik kemudian tubuhnya direngkuh secara tiba-tiba oleh sekala.

“sastra, i miss u, please come back to me...” entah sudah ke berapa kali sekala mengucapkan ini.

sekarang, tubuh sastra membeku dan air matanya turun. memorinya seakan memutar kejadian di masa lampau yang membuatnya sakit.

“maaf, maafin gua, sastra....” ucap sekala sambil mengusap pelan kepala belakang sastra yang tanpa sadar membuat wajah sastra tenggelam di ceruk leher sekala.

dari kejauhan, terlihat sebuah mobil hitam yang terparkir di sana sejak kedatangan mereka.

pemilik mobil tersebut tidak lain adalah nara.

benar, nara menyaksikan semua itu tepat di depan matanya.

tanpa pikir panjang nara memutar balik mobilnya dan mulai berkendara ke sembarang arah.

kemudian sastra melepas pelukannya dengan sekala yang seharusnya tidak terjadi.

“maaf kal, jawaban gue selalu 'ngga', kita bisa temenan tapi untuk itu gue ga bisa. gue udah punya nara. lo tau itu kan? gue harap lo bisa hargain keputusan gue. bye, kal.”